Karomah Waliyullah Mbah Siroj Solo, Tak Pernah Berhaji Secara Lahiriah, Tapi Sering Terlihat di Mekkah

12 Juli 2022, 14:37 WIB
Kiai Ahmad Siroj atau Mbah Siroj yang secara lahiriah tak pernah pergi haji tapi sering ditemui banyak orang di Mekkah. /

JENDELA CIANJUR - Bagi masyarakat Solo, Jawa Tengah dan sekitarnya, nama Kiai Ahmad Siroj sudah tak asing lagi.

Kiai Ahmad Siroj atau karib disapa Mbah Siroj ini merupakan seorang Waliyullah. Meski tidak mengakui sendiri sebagai wali, namun banyak orang mengakui dirinya adalah seorang wali yang memiliki karomah.

Mbah Siroj yang merupakan ulama alim, saleh, dan berkharisma. Ia merupakan putra dari Kiai Umar atau karib disebut dengan Imam Pura, juga salah satu Wali Allah. Makam Kiai Imam Pura sendiri berada di Susukan, Kabupaten Semarang.

Ayah Mbah Siroj memiliki garis keturunan dari Sunan Hasan Munadi. Salah seorang paman dari Raden Patah yang ditugaskan mengislamkan daerah lereng Gunung Merbabu sebelah utara, atau sekarang dikenal sebagai Desa Nyatnyono.

Baca Juga: Gus Muwafiq Beberkan Kelebihan Gus Dur, Tahu Jika Ada Orang yang Berbohong

Selain alim, saleh, dan memiliki karomah sebagai Waliyullah, Mbah Siroj dikenal karena juga memiliki gaya yang khas dan unik dalam berpakaian sehari-hari.

Ia kerap berpakaian dengan mengenakan iket (blangkon), berbaju putih, dan bersarung wulung.

Kiai Ahmad Siroj mempunyai beberapa saudara, di antaranya adalah Kiai Kholil yang bermukim di Kauman, Solo, dan Kiai Djuwaidi yang tinggal di Tengaran, Kabupaten Semarang.

Melansir dari kanal YouTube Penerus Para Nabi, pada Selasa 12 Juli 2022, Mbah Siroj memiliki beberapa karomah diantaranya, mempunyai kemampuan melihat yang tidak diketahui oleh mata biasa.

Karomahnya terlihat dimana dalam peristiwa saat tentara Belanda akan masuk Kota Solo ketika aksi kolonial kedua atau dikenal sebagai clash ke-2 pada 1948.

Baca Juga: Kisah Seorang Sopir Bernama Muhsin Syafi'i yang Kewaliannya Dibongkar Mbah Hamid Pasuruan

Satu seksi laskar Hizbullah yang terdiri dari 50 orang, berkumpul di Begalon, Panularan. Kyai Ahmad Siroj tiba-tiba datang mengadakan inspeksi.

Seorang anggota laskar Hizbullah bernama Hayyun yang saat itu berusia 25 tahun, tiba-tiba didekatinya lalu dipeluknya seraya berucap “ahlul jannah, ahlul jannah”.

Tak lama kemudian, datang tentara Belanda dengan sejumlah pasukan tank, lewat Pasar Kembang ke arah selatan.

Hayyun maju dengan beraninya sendirian sambil membawa granat nanas, lalu dicabutnya dan melompat sambil melempar granat ke arah tank. Ketika tank meledak, terbakarlah tentara Belanda yang berada di dalam tank juga termasuk Hayyun, si pelempar granat tersebut.

Baca Juga: Kisah Syekh Abdul Aziz Ad dabbagh yang Masuk Daftar Calon Penghuni Neraka, Karena Pernah Berbohong ke Ibunya

Menurut salah seorang saksi mata, H Abdullah Adnan, veteran pejuang RI eks Laskar Hizbullah dan pasukan “Lawa-Lawa” di bawah komandan Letnan Fathul Rujito yang kini tinggal di Yogyakarta, menuturkan bahwa tahulah kemudian Laskar Hizbullah, teman-teman Hayyun, mengapa beberapa saat sebelumnya Mbah Siroj memeluknya sambil berucap “ahlul jannah... ahlul jannah”. Begitulah, Hayyun gugur sebagai syuhada, patriot bangsa.

Karomah lainnya yang dimiliki Mbah Siroj yaitu, walaupun secara lahiriah belum pernah menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Tetapi banyak orang yang ke tanah suci Mekkah bertemu dengannya di sana.

KH Bulqin Zuhdi, salah seorang murid pertama Kiai Ahmad Siroj yang bermukim di Nglangak, Gemolong, Sragen menceritakan bahwa pada 1937 dirinya menunaikan ibadah haji. Berangkat dengan naik kapal laut bersama 1.960 orang jamaah haji lainnya.

Baca Juga: Ini Kelebihan Gus Dur yang Diungkap Kiai Hanif Ismail

Sehabis makan siang, Kiai Bulqin berkata dalam hati, bila sampai di Mekkah pada hari Jumat waktu subuh, akan dicarinya Mbah Siroj.

Sebab, sering didengarnya dia sering salat subuh di Mekkah pada hari Jumat. Sesaat kemudian, tiba-tiba datanglah Kiai Ahmad Siroj menemuinya di kapal. Ditanyakan antara lain, siapakah syekhnya di tanah suci nanti.

Namun setelah berbincang sejenak, Kiai Ahmad Siroj tidak dilihatnya lagi. Sudah barang tentu, muridnya tersebut merasa keheranan.

Ketika sudah sampai di Mekkah, Kiai Bulqin hendak menjalankan ibadah salat subuh. Kiai Bulqin berpikir lagi tentang kemungkinan-kemungkinan gurunya juga menunaikan salat subuh di Mekkah. Mungkinkah Kiai Ahmad Siroj juga datang seperti kisah yang pernah didengarnya.

Baca Juga: 5 Keutamaan Mengamalkan Asmaul Husna, Segera Amalkan agar Mendapat Ampunan Dosa Allah SWT dan Masuk Surga

Sewaktu berada di dekat Hajar Aswad, tiba-tiba tampak olehnya Mbah Siroj sedang melakukan tawaf, mengelilingi Ka’bah dengan memakai iket (blangkon), berbaju putih, bersarung ‘wulung’ tanpa gamparan.

Diikutinya putaran demi putaran. Pada putaran ke tujuh, Kiai Bulqin hendak menyalami Kiai Siroj namun pada putaran terakhir sang kiai sudah tidak tampak lagi. Meski menyesal tidak dapat bersalaman dengan Mbah Siroj. Kini yakinlah Kiai Bulqin bahwa gurunya memiliki karomah hingga dapat pergi ke Mekkah dengan sekejap.

Selain itu karomah Mbah Siroj adalah mampu berjalan cepat. Hal ini dibuktikan Kiai Shoimuri, putra Kiai Ahmad Siroj saat selesai mengadakan akad nikah dengan Nyai Latifah di daerah Boyolali. Saat itu rombongan Kiai Ahmad Siroj segera berkehendak pulang ke Solo bersama 33 santrinya.

Baca Juga: Zikirkan Hasbunallah Wani'mal Wakil untuk Atasi Masalah Hidup, Doa yang Diajarkan Rasulullah SAW

Kiai Bulqin, salah seorang murid santrinya, disuruh mengantarkan pulang rombongan Nyai Siroj dengan naik kereta api. Dia disuruh berangkat lebih dahulu, sedangkan Kiai Ahmad Siroj akan menyusul dengan jalan kaki.

Anehnya, setiba di Solo, rombongan Kiai Bulqin baru sampai Ngapeman, Kiai Siroj sudah sampai di rumahnya yang berada di Panularan, Laweyan, Solo. Bagaimana itu dapat terjadi, pikir para rombongan yang berangkat lebih dahulu tersebut.

Karomah lainnya terjadi ketika Kiai Ahmad Siroj bepergian bersama 24 santrinya ke Susukan, Kabupaten Semarang dari Solo.Tuan rumah yang dikunjungi termasuk orang tidak mampu (miskin). Untuk memuliakan tamu, dimasakkannya oleh Abdus-Syakur, tuan rumah, satu kendil nasi.

Karena nasi terbatas, Kiai Ahmad Siroj sendirilah yang dipersilahkan makan dalam kamar. Kiai Ahmad Siroj tidak bersedia. Nasi diminta dihidangkan ruang depan di mana beliau dan santrinya sedang duduk bersila.

Baca Juga: Ini Salahsatu Keutamaan Ayat Kursi Menurut Ustadz Adi Hidayat, Bisa Melempar Setan yang Akan Menggoda!

Nasi satu kendil itu dibagi-bagikan kepada semua tamu. Anehnya, setiap orang mendapatkan satu piring penuh, cukup untuk makan kenyang.

Sejak kecil memang Ahmad Siroj telah kelihatan menonjol bila dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Dia bergaul dengan semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras maupun status sosial dan kelompok moral macam apapun.         

Sewaktu masih muda, Kiai Ahmad Siroj berguru kepada beberapa ulama besar. Di Pesantren Mangunsari yang berada di Nganjuk, Jawa Timur, dia menimba ilmu kepada Kiai Bahri. Di Pesantren Tremas yang berlokasi di Pacitan, Jawa Timur, beliau berguru kepada KH Dimyati At-Tirmizi, dan di Semarang, beliau berguru kepada Kiai Sholeh Darat.

Semasa hidup, dia mendirikan Pesantren di Jalan Honggowongso 57 Kelurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah di atas tanah seluas 200 m². Kitab yang diajarkan oleh beliau, selain Alqur’an dan Hadits adalah Sullamut Taufiq, Safinatun-Najah, Duratul-bahiyyah dan Fathul Qorib.

Kiai Ahmad Siroj wafat pada Senin Pahing, 27 Muharram 138 H atau 10 Juni 1961. Jenazah KH. Ahmad Siroj dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Makam Haji, Kartasura, Sukoharjo. Wallahu A'lam Bishawab.***

Editor: R Wisnu Saputra

Sumber: YouTube Penerus Para Nabi

Tags

Terkini

Terpopuler