Abu Nawas Manusia Cerdik di Masa Khalifah Harun Al-Rasyid

- 17 Februari 2022, 20:52 WIB
Ilustrari : Kisah Abu Nawas manusia pintar
Ilustrari : Kisah Abu Nawas manusia pintar /pixabay : chiplanay

Jendela Cianjur – Abu Nawas atau nama asli Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami ini merupakan penyair sastra Arab klasik yang lahir di Ahvaz, Persia dengan darah Persia dan Arab. Abu Nawas manusia cerdik dari negeri seribu satu malam ini  hidup sekitar tahun 747 sampai 814.

Di lansir  dari 25 Kisah Pilihan Tokoh Sufi Dunia, Siti Nur Aidah dan Tim Penerbit KBM Indonesia (2020:77-80), menerangkan, di masa mudanya. Abu bekerja di salah satu toko grosir yang terletak di Basra, Irak.

Sejak remaja, kecerdasannya menarik perhatian Wālibah ibn al-Ḥubāb, seorang penulis puisi yang kemudian memutuskan untuk membeli dan membebaskan Abu Nuwas dari tuannya. Sejak terbebas dari statusnya sebagai budak belian, Al-Hubab mengajarkan teologi, tata bahasa, dan cara menulis puisi kepada Abu. Mulai tertarik dengan dunia sastra, ia lalu menimba banyak ilmu dari penyair Arab yang bernama Khalaf al-Ahmar di Kufah.

Baca Juga: 9 Karomah Mama Aang Nuh Gentur Cianjur, Sosok Kiai  Panjat  Monas Tidak Mempan Ditembak

Beberapa saat kemudian, ia hijrah ke Baghdad, kota metropolis intelektual abad pertengahan pada masa kepemimpinan Khalifah Harun ar-Rasyid. Kariernya di dalam dunia sastra pun meningkat setelah berbagai puisinya dengan tema anggur dan cinta yang indah menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid.

Ia akhirnya diangkat menjadi penyair istana melalui perantara musikus istana, Ishaq al-Wawsuli dan tak lama kemudian diangkat menjadi pendekar para penyair yang bertugas untuk menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.

Kepandaiannya di dalam bermain kata-kata yang disertai selera humor yang tinggi membuatnya menjadi seorang legenda, hingga tercantum di dalam dongeng 1001 malam. Namun, kedekatannya dengan khalifah ternyata sempat membuatnya mendekam di penjara. Suatu saat Abu membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang rupanya membuat khalifah tersinggung, hingga marah besar.

Sejak mendekam di penjara, ia menjadi pasrah kepada kekuasaan Allah, hingga mengubah haluan tulisannya menjadi religius. Mulai banyak syair pertobatan yang tercipta olehnya di dalam jeruji besi. Berbagai sajak, puisi, dan syair pertobatan itu menggambarkan perjalanan spiritualnya di dalam mencari hakikat Allah lewat kehidupan religi yang terbilang berliku dan mengharukan. Di akhir hayatnya, ia menjalani hidup zuhud, kemudian dimakamkan di Syunizi yang merupakan jantung dari Baghdad.***

 

Editor: Deni Abdul Kholik


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x