Teks Khutbah Jumat Singkat: Makna Penting Peringatan Kemerdekaan dan Muharram

- 19 Agustus 2022, 07:00 WIB
Teks Khutbah Jumat Singkat: Makna Penting Peringatan Kemerdekaan dan Muharram.
Teks Khutbah Jumat Singkat: Makna Penting Peringatan Kemerdekaan dan Muharram. /Pixabay.com/goldbug

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Taala dengan senantiasa berupaya melakukan semua kewajiban dan meninggalkan semua larangan.

Kaum Muslimin yang Berbahagia
Kemarin kita telah merayakan dua hari besar yang saling berdekatan. Hari Rabu, 17 Agustus 2022 diperingati sebagai hari ulang tahun ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia. Waktu tersebut paling bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dan pada 10 Muharaam, kita memperingati hari Asyura, salah satu hari yang paling bersejarah dalam perjalanan umat Islam.

Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Selama 77 tahun kita menghirup udara kemerdekaan, apakah kita telah benar-benar meraih kemerdekaan yang hakiki? Tidak dipungkiri, merdeka dari cengkeraman kaum penjajah merupakan kenikmatan agung yang Allah anugerahkan kepada bangsa Indonesia. Betapa tidak, dengan kenikmatan merdeka, kita bisa dengan leluasa melakukan banyak hal yang bermanfaat. Akan tetapi sudah cukupkah bagi kita kemerdekaan dari cengkeraman penjajah? Bukankah masih banyak belenggu yang harus kita singkirkan agar kita dapat meraih kemerdekaan hakiki dan sejati?

Jamaah yang Berbahagia
Kemerdekaan hakiki adalah ketika kita sudah mampu memerdekakan diri kita dari jerat hawa nafsu. Kemerdekaan sejati adalah ketika kita telah mampu memerdekakan diri dari perangkap jahat setan yang tiada henti membuai kita dengan rayuannya. Kemerdekaan yang sebenarnya adalah tatkala kita telah mampu memerdekakan hati kita dari penyakit-penyakit hati yang membinasakan.

Kemerdekaan yang sesungguhnya bagi seorang pejabat adalah saat ia mampu memerdekakan dirinya dari mental korup. Pejabat yang korup dan memakan uang rakyat sejatinya ia terjajah dan belum merdeka. Terjajah oleh angan-angannya bahwa kekayaan dan status sosial yang tinggi akan melambungkan kebahagiaannya.

Kemerdekaan yang hakiki bagi orang kaya adalah tatkala ia mampu memerdekakan hatinya dari penyakit sombong dan sikap merendahkan orang lain. Kemerdekaan bagi seorang pedagang adalah ketika ia mampu memerdekakan dirinya dari kecurangan. Seorang santri atau siswa dikatakan merdeka apabila ia mampu memerdekakan dirinya dari kemalasan dalam menuntut ilmu. Guru atau dosen yang merdeka adalah yang mampu memerdekakan dirinya dari niat lain selain mengabdi, mendidik, dan mengader. Seorang tetangga yang merdeka adalah apabila ia mampu memerdekakan hatinya dari virus iri, dengki, dan hasud kepada tetangganya. Dan begitulah seterusnya.

Kemampuan melepaskan belenggu yang menghalangi kita dari berbuat baik, itulah kemerdekaan yang hakiki dan sesungguhnya. Jika seluruh bangsa Indonesia sudah meraih kemampuan itu, maka Indonesia benar-benar telah merdeka. Merdeka dalam arti yang sesungguhnya.

Jamaah Rahimakumullah
Sebelumnya kita memperingati hari Asyura, 10 Muharram 1444 H. Salah satu yang kita kenang dan petik hikmahnya pada hari Asyura adalah kemerdekaan Nabi Musa Alaihis Salam beserta para pengikutnya yang beriman dari cengkeraman Fir’aun, al-Walid bin Mush’ab, raja Mesir yang mengaku dirinya sebagai tuhan yang wajib disembah.

Allah memerintahkan Nabi Musa ‘Alaihis Salam agar pergi kepada Fir’aun untuk mengajaknya masuk ke dalam Islam, mentauhidkan Allah dan menyucikan-Nya dari sekutu dan serupa. Nabi Musa pun pergi dan memperlihatkan kepadanya mukjizat-mukjizat yang sangat menakjubkan dan membuktikan kenabian dan kerasulannya. Meskipun begitu, Fir’aun tetap kafir kepadanya, menolak dan bersikap congkak serta menyiksa dan menindas kaum Nabi Musa yang beriman. Akhirnya Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan para pengikutnya dari kalangan Bani Isra’il keluar dari Mesir dengan jumlah 600 ribu orang. Fir’aun mengejarnya bersama 1.600.000 pasukan karena ingin memusnahkan Musa dan orang-orang yang bersamanya.

Ketika Musa dan para pengikutnya telah mendekati laut merah, Allah mewahyukan kepada Musa untuk memukul lautan dengan tongkatnya. Laut terbelah menjadi 12 belahan dan setiap belahan seperti gunung yang besar. Di antara setiap dua belahan ada jalan yang kering. Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang yang bersamanya masuk ke laut. Fir’aun dan pasukannya pun mengejar mereka. Allah Subhanahu Wata’ala kemudian menenggelamkan mereka semua dan Allah selamatkan Nabi Musa ‘Alaihis Salam dan orang-orang yang bersamanya.

Halaman:

Editor: Gugum Budiman

Sumber: Jatim NU


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini