5 Fakta Tentang Suku Sunda yang Wajib Diketahui Masyarakat Jawa Barat

- 17 November 2020, 21:39 WIB
Ilustrasi kebudayaan suku sund.
Ilustrasi kebudayaan suku sund. /Pixabay

PR CIANJUR - Mari kita mengenal salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia.

Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Suku Sunda merupakan suku bangsa terbesar kedua setelah Suku Jawa.

Suku Sunda secara geo-kultur menempati bagian barat Pulau Jawa yang sekarang menjadi Provinsi Jawa Barat dan Banten. Suku ini terkenal dengan kehalusan sikap, bahasa, dan keramahtamahannya.

Baca Juga: Jokowi Siap Jadi Orang Pertama yang Divaksin, Menkes Terawan: 107 Juta Penduduk Akan Divaksin Corona

Mari kita cek fakta tentang Suku Sunda di bawah ini seperti termaktub dalam buku Edi S. Ekadjati Kebudayaan Sunda; Suatu Pendekatan Sejarah (1995) dan Aah C. Ischak, Mengenal Tembang Sunda Cianjuran (2006);

1. Asal-usul Istilah Sunda

Istilah Sunda dan Jawa Barat dewasa ini telah memasuki kehidupan masyarakat Indonesia yang menunjuk kepada pengertian kebudayaan, etnis, geografis, administrasi pemerintahan, dan sosial.

Menurut R.W. van Bemmelen (1949), Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran tinggi bagian barat laut wilayah India Timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul.

Baca Juga: Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satuan Tugas COVID-19 Minta Tokoh Masyarakat Jangan Abaikan Prokes

Dari sisi sejarah, istilah Sunda menunjukkan pengertian wilayah di bagian barat Pulau Jawa dengan segala aktivitas kehidupan manusia di dalamnya, muncul untuk pertama kalinya pada abad ke-9 Masehi.

Istilah tersebut muncul dalam Prasasti Kebon Kopi (854 M). Istilah Sunda sebagai kerajaan termaktub pula dalam prasasti Sanghiyang Tapak (1030 M), dan empat buah naskah kuna masing-masing berjudul Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksakandang Karesian, Sewaka Darma, dan Bujangga Manik.

Ikon Sunda yang paling terkenal adalah Kerajaan Pajajaran dan rajanya, Prabu Siliwangi.

2. Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran

Edi S. Ekadjati dalam bukunya yang lain Kebudayaan Sunda Zaman Pajajaran (Jilid II) (2005) berpendapat bahwa Prabu Siliwangi yang dimaksud oleh orang Sunda merujuk kepada dua tokoh raja Kerajaan Pajajaran.

Baca Juga: Rotasi di Tubuh Polri, Dari Kapolda sampai Kapolres Berganti Jabatan (2 - Habis)

Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475 M), dan Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M).

Niskala Wastu Kancana adalah raja Pajajaran yang bertahta di Kawali (Ciamis sekarang), sedangkan Sri Baduga Maharaja bertahta di Pakuan (Bogor sekarang) dengan keratonnya yang terkenal dengan nama Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.

3. Bahasa Sunda, bahasa halus yang menghormati sesama manusia lainnya

Tingkatan bahasa pada awalnya tidak ada dalam bahasa Sunda.

Hal tersebut ada setelah budaya Sunda terpengaruh oleh budaya Jawa Mataram-Islam sebagai dampak perluasan kekuasaan politik Sultan Agung Hanyokrokusumo dan trah penggantinya ke bagian barat Jawa.

Unggah-ungguhing boso Jowo diserap ke dalam bahasa Sunda menjadi unggah-ungguh basa Sunda. Maka dimulailah penggunaan bahasa lemes, satata, kasar.

Tiga tingkatan bahasa tersebut digunakan untuk orang yang lebih muda, seusia, dan kepada orang yang lebih tua.

Baca Juga: Rotasi di Tubuh Polri, Dari Kapolda sampai Kapolres Berganti Jabatan (1)

Sejauh ini bahasa Sunda terhalus adalah bahasa Sunda daerah Priangan (Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasik, Sumedang, Ciamis) seperti diungkapkan oleh Aah C. Ischak dalam bukunya Mengenal Tembang Sunda Cianjuran (2006).

4. Masyarakat Adat di Wilayah Sunda

Beberapa kampung Adat terdapat di wilayah Sunda. Umumnya, mereka adalah penganut aliran kepercayaan lokal bernama Sunda Wiwitan, yang berarti Sunda yang asal atau Sunda yang suci.

Salah tiga Kampung Adat tersebut adalah Kampung Adat Ciptagelar di daerah perbatasan Sukabumi-Banten bagian selatan, Kampung Adat di Cigugur, Kuningan, dan Kampung Adat Cireundeu, Cimahi.

Khusus untuk Kampung Adat Cireundeu, Cimahi warganya sudah satu abad lebih tidak mengonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok. Sebagai gantinya, mereka mengganti beras nasi dengan beras singkong yang diberi nama rasi.

Baca Juga: Khofifah Indar Parawansa: Format Digitalisasi Sistem Menjadi Sangat Penting

Rasi ini berasal dari varietas singkong lokal yang ditanam warga Cireundeu di wilayah mereka.

Dalam salah dua kesempatan, penulis pernah mengunjungi Kampung adat tersebut untuk keperluan penelitian dan mencicipi aneka panganan yang berbahan dasar singkong.

Termasuk rasi yang sudah menjadi ikon Kampung Adat Cireundeu sebagai salah satu bentuk nyata daripada diversifikasi pangan.

5. Orang Sunda, soméah hadé ka sémah

Orang Sunda dikenal sangat terbuka, ramah, dan bisa menjamu tamu yang berbeda kebudayaan dan wilayah dengan sangat baik.

Baca Juga: Rata-rata Satu Pasien Covid-19 Membutuhkan Biaya Rp184 Juta untuk Perawatan 16 Hari

Istilah soméah hadé ka sémah berarti “ramah, baik kepada pendatang, pengunjung”.

Makanya, tak heran bila Jawa Barat sebagai wilayah persemaian kebudayaan Sunda sangat digemari oleh para perantau dari berbagai wilayah di Indonesia selain DKI Jakarta.

Hal ini juga logis karena Jawa Barat merupakan wilayah penyokong ekonomi utama daripada sentra ekonomi Indonesia, Jakarta.

Hayu ameng ka dieu, ayo main ke sini !***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Edi S. Ekadjati Kebudayaan Sunda; Suatu Pendekatan Sejarah Aah C. Ischak, Mengenal Tembang Sunda Cianjuran


Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah