Sejarah dan Keutamaan Idul Fitri : Allah Menggantikan Keburukan dengan Kebaikan

- 2 Mei 2022, 08:05 WIB
Sejarah Idul Fitri.
Sejarah Idul Fitri. /Pixabay / syaifulptak57/

Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan di isi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan, bahwa Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno.

Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala. (Lihat, Risalah fil Aqaid, juz 3, halaman: 68)

Baca Juga: Puncak Arus Mudik Lebaran Idul Fitri 2022, Terminal Cicaheum Layani 5.718 Penumpang

Begitu pun Imam al-Baihaqi dalam kitabnya, As-Sunanul Kubra menampilkan bunyi haditsnya secara jelas.

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda: Barang siapa membangun negeri kaum ajam (selain Arab), kemudian meramaikan hari-hari Nairuz dan Mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat. (Imam al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, juz 9, halaman: 234)


Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Hari raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan yang bisa mencederai pahala puasa. Lebih dari itu, hari raya Idul Fitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat hari raya Idul Fitri.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad, bahwa Nabi SAW bersabda: Ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: Wahai malaikat-Ku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hamba-Ku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan. Maka Allah SWT berfirman: Wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untuk-Ku dan berbuka untuk-Ku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.


Makna dan Esensi Hari Raya

Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam kitabnya Hasiyah al-Bujairami alal Khatib memaknai esensi hari raya bukan sekadar tentang pakaian baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan (baca: sunah) menggunakan pakaian baru, pada hakikatnya bukan itu maksud dan makna dari hari raya yang sesungguhnya.

Halaman:

Editor: Gugum Budiman

Sumber: Jatim.nu.or.id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah