Simak 6 Fakta Tentang Cianjur yang Tidak Banyak Orang Tahu

- 21 November 2020, 17:10 WIB
Alun-alun dan Masjid Agung Cianjur saat Idul Adha 2019.
Alun-alun dan Masjid Agung Cianjur saat Idul Adha 2019. /cianjurkab.go.id

 

PR CIANJUR - Daerah yang pernah menjadi ibukota Karesidenan Priangan di masa kolonial.

Menurut Undang-Undang No.1/1950, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat.

Menurut Aah C. Ischak dalam bukunya Mengenal Tembang Sunda Cianjuran (2006) sebelum itu keberadaan Cianjur sudah dikenal sebagai kabupaten bahkan dikenal juga sebagai Regentschap Cianjur.

Baca Juga: Pengurus KONI Pusat Ziarah ke Makam Lukman Niode, Icuk Sugiarto: Cita-citanya Akan Dilanjutkan

Sebelumnya lagi dikenal sebagai Kedaleman Cikundul. Setelah para dalem memindahkan pusat pemerintahannya dari Cibalagung ke Pamoyanan, akhirnya menjadi Kabupaten Cianjur.

6 fakta berikut ini baik anda ketahui sebelum datang ke Cianjur.

1. Cijagang-Cikundul, cikal-bakal Cianjur

Desa Cijagang terletak di Kecamatan Cikalongkulon yang berbatasan dengan wilayah Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Purwakarta.

Di sinilah pertama kali Jayasasana yang kelak bergelar Dalem Cikundul ngababak, membuka wilayah baru untuk pemukiman cacahnya, pengikutnya.

Adapun nama Cikundul adalah nama sebuah sungai yang mengalir di desa tersebut.

Di sana terdapat tempat yang diyakini sebagai makam Jayasasana dan dijadikan tempat untuk berkhalwat, berziarah.

Baca Juga: Preview Atletico Madrid vs FC Barcelona, Pertarungan akan Berlangsung Sengit di Wanda Metropolitano

2. Ramalan tentang penguasa Cianjur keturunan Jayasasana

Ada yang menarik dari isi Babad Cikundul. Dalam babad tersebut diungkapkan bahwa keturunan Jayasasana hanya akan menjadi penguasa di Cianjur hanya sampai keturunan ke-8.

Jika dirunut, mereka adalah Wira Tanu II, Wira Tanu III, Wira Tanu Datar IV, Wira Tanu Datar V, Wira Tanu Datar VI, Prawiradiredja I, Dalem Pancaniti, dan Prawiradiredja II. Pas, jumlahnya 8.

Percaya atau tidak, dalam konsep budaya orang Sunda ada ramalan tentang masa depan yang disebut dengan Uga. Seperti halnya Jongko Joyoboyo dalam budaya Jawa.

3. Pemberontakan Haji Alit Prawatasari

Di tengah kota Cianjur terdapat sebuah fasilitas olahraga berupa lapangan yang bernama Lapang Prawatasari Joglo.

Baca Juga: Jawa Barat Diproyeksikan Menjadi Daerah Percontohan Penanganan Covid-19

Nama Prawatasari tersebut diambil dari nama seorang pemberontak lokal bernama Raden Alit Prawatasari yang membangkang kepada pemerintah VOC tahun 1703-1706.

Menurut Denny R. Natamihardja dalam bukunya Bunga Rampai Dari Cianjur (2008), pemberontakan Raden Alit didukung oleh sekitar 3.000 pasukan.

Akhir daripada pemberontakan tersebut Raden Alit tertangkap di daerah Bagelen (Purworejo sekarang) dan dibawa serta dieksekusi di Kartasura, Mataram (wilayah Solo sekarang).

Makamnya terletak di Cilacap, Jawa Tengah. Masyarakat di sana lebih mengenalnya dengan sebutan “Makam Kyai dari Cianjur”.

4. Dalem Pancaniti, pelopor Tembang Sunda Cianjuran

Nama kecilnya adalah Aom Hasan. Setelah diangkat menjadi Bupati beliau lebih dikenal dengan nama Dalem Pancaniti.

Hal ini dikarenakan ketika mencipta syair-syair Tembang Sunda Cianjuran, beliau lebih sering menyendiri, merenung di belakang bangunan utama pendopo kabupaten yang bernama Pancaniti.

Baca Juga: Jawa Barat Diproyeksikan Menjadi Daerah Percontohan Penanganan Covid-19

Arti Pancaniti sendiri menurut salah satu keturunannya, Pepet Djohar adalah lima tahapan alam kehidupan yang harus dilalui oleh seorang manusia.

Alam ruh, alam kandungan, alam dunia, alam kubur, dan alam akhirat. Syair-syair Tembang Sunda Cianjuran berisikan kerinduan akan kebesaran Kerajaan Pajajaran, keindahan alam berupa hutan, gunung, laut, dan puji-pujian kepada Sang Pencipta.

Makam Dalem Pancaniti terdapat di Pasaréan Agung, Kota Cianjur.

5. Sikap Orang Cianjur, Ngahormat ka Saluhureun, Soméah Hadé ka Sémah

Menurut salah seorang tetua Cianjur, Pepet Djohar, sikap asli orang Cianjur adalah Ngahormat ka Saluhureun, soméah hade ka sémah. “Menghormati kepada yang lebih tua, Ramah, baik kepada tamu, pendatang”.

Baca Juga: Tinjau Sumut Sport Center, Menpora Ingatkan Pemeliharaan Venue Pasca Penyelenggaraan PON XXI 2024

Hal tersebut diambil dari sikap seorang Dalem Pancaniti. Hal ini bermula ketika beliau membuat sebuah kesalahan dan mengaku di depan ayahnya. Beliau meminta ayahnya untuk menghukumnya, tapi sang ayah tidak mau.

Akhirnya Pancaniti menghukum dirinya sendiri dengan cara tidur terlentang di depan pendopo dan meminta setiap orang yang lewat untuk melangkahi dan meludahinya. Para abdi dalem tidak ada yang berani dan malah ketakutan.

6. Situs Megalithikum Gunung Padang

Situs purbakala ini terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.

Situs ini berbentuk punden berundak yang memiliki 5 teras bertingkat. Teras-teras itu dimaknai sebagai perjalanan hidup seorang manusia kembali menuju Sang Pencipta.

Baca Juga: TERPOPULER Hari Ini: FIB Unpad Siap Sambut Dekan Baru hingga 5 Hal Mengenai Ilmu Politik

Terdapat dua tangga untuk menaiki situs ini. Pertama disebut dengan tangga inohong, atau pejabat. Ini dikarenakan tangganya sangat terjal dengan kemiringan hampir 80°.

Jalan ini dimaknai seperti jalan terjal yang harus dilalui seseorang untuk menjadi orang besar. Kedua, tangga ontohod. Tangga ini dibuat memutari situs dan dimaknai dengan jalan kehidupan orang-orang yang mau enaknya saja, atau biasa-biasa saja.

Di sebelah kiri jalan inohong terdapat sumber mata air yang diberi nama Cai Kahuripan atau Air Kehidupan yang dapat diminum langsung.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah