Wacana Penundaan Pemilu 2024, Titi Anggraini : Sudah Muncul Sejak 2021, Ini Pelanggaran Konstitusi

6 Maret 2022, 20:43 WIB
Ilustrasi wacana penundaan pemilu 2024. /Pikiran-Rakyat.com/Fian Afandi/

JENDELA CIANJUR - Wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih terus bergulir. 

Kondisi ini membuat Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini angkat bicara.

Titi Anggraini menegaskan, upaya menunda Pemilu 2024 merupakan pelanggaran terhadap asas kedaulatan rakyat, bahkan konstitusi.

Baca Juga: Didukung AMPI Berpasangan dengan Airlangga, Ridwan Kamil: Namanya Aspirasi Tak Bisa Dihalangi!

Dilansir Jendela Cianjur dari Antara, Minggu, 6 Maret 2022, Titi menegaskan bahwa kedaulatan rakyat merupakan salah satu asas yang menjadi dasar terbentuknya konstitusi.

Dengan demikian, menurut dia, pelanggaran terhadap asas itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi negara UUD 1945.

Menurut Titi, upaya menunda pemilu karena alasan yang tidak lazim, tidak logis, dan tidak ada presedennya yaitu untuk stabilitas ekonomi merupakan upaya melemahkan asas kedaulatan rakyat.

Baca Juga: Milenial Teman Sandi Deklarasi Sandiaga Uno Capres 2024, Begini Kata Pengamat

“(Pemilu yang tertunda, Red.) membuat daulat rakyat tidak bisa teraplikasikan,” kata Titi.

Ia lanjut menyampaikan upaya menunda Pemilu 2024 juga melanggar kewajiban menyelenggarakan pemilihan umum secara berkala atau periodik sebagaimana telah diperintahkan oleh aturan konstitusi.

“Di Pasal 22E ayat 1 telah disebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) setiap 5 tahun sekali. Kewajiban menyelenggarakan pemilu secara berkala jelas-jelas dilanggar oleh narasi penundaan pemilu ini,” kata dia.

Baca Juga: Lirik Lagu OST Twenty Five Twenty One, Stardust Love Song - Jihyo TWICE, dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Terakhir, Titi menyampaikan upaya menunda Pemilu 2024 merupakan alasan menerabas atau melanggar pembatasan masa jabatan yang telah diatur dalam UUD 1945.

“Konstitusi memang bisa diganti, bisa diamendemen. Tetapi, semangat konstitusionalisme berdemokrasi merupakan komitmen bernegara kita,” terang Titi.

Ia mengingatkan para elite politik bahwa konstitusi negara UUD 1945 bukan sekadar pasal-pasal yang dapat diganti sesuai kebutuhan, karena pasal-pasal itu merupakan komitmen bersama untuk membatasi kekuasaan pemerintah.

Baca Juga: Diplomat Rusia Ada yang Diserang, Moskow Minta Otoritas di Estonia, Latvia dan Lithuania Lindungi Kedubes

Kekuasaan pemerintah, ia menambahkan, hanya dapat dibatasi melalui penyelenggaraan pemilihan umum secara berkala/periodik serta pembatasan masa jabatan presiden.

Dalam acara diskusi yang sama, Titi menyampaikan beberapa elite politik telah berupaya memunculkan wacana tunda pemilu sejak pertengahan 2021.

Namun, upaya itu kemudian redup karena wacana tersebut tidak terlalu ditanggapi publik.

Baca Juga: Viral! Rombongan Pesepeda Motor Terobos Jalan Tol Kelapa Gading Pulogebang, Polisi Tangkap 21 Orang

Kemudian, wacana itu kembali disampaikan ke publik secara terbuka oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Januari 2022.

Bahlil beralasan wacana itu diusulkan oleh sejumlah kelompok pengusaha.

Namun, wacana itu kemudian kembali redup setelah diprotes dan dikritik oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari akademisi sampai organisasi masyarakat sipil.

Walaupun demikian, wacana menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden kembali jadi sorotan publik setelah beberapa ketua partai pendukung pemerintah pada Februari 2022 mengusulkan dua hal itu secara terbuka ke publik.***

 

Editor: AR Rachmawati

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler