Mutasi Baru Virus Corona Lebih Pintar Beradaptasi Meski Dihalangi Masker, Ini Kata Peneliti

25 September 2020, 10:30 WIB
Ilustrasi penelitian Covid-19. /PEXELS/Edward Jenner

PR CIANJUR - Para ahli terus lakukan penelitian terhadap Covid-19 yang membuat pandemi corona terjadi di dunia.

Sampai saat ini pada peneliti melakukan riset untuk mempelajari sekaligus mematikan rantai penyebaran Covid-19.

Mereka mengatakan virus corona kini lebih mematikan dan menular bahkan bisa beradaptasi untuk menerobos hambatan seperti masker wajah.

Baca Juga: Selama Vaksin Belum Dinyatakan Berhasil, Satgas Covid-19 Imbau Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan

Selama masa pandemi, pemerintah dan para penasihat ilmiah telah memberi tahu orang-prang untuk mengikuti aturan protokol kesehatan, jarak sosial dan memakai masker.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya pada artikel "Peneliti Temukan Mutasi Baru Virus Corona Lebih Pintar Beradaptasi Meski Masker Menghalangi". Protokol kesehatan dilakukan sebagai upaya memperlambat penularan virus.

Namun, seorang ahli virus telah mengklaim bahwa virus tersebut dapat beradaptasi untuk menemukan cara untuk 'mengatasi hambatan tersebut'.

Baca Juga: Soal Film G30S/PKI, Senada Dengan Mahfud MD, Fadli Zon: Film Itu Sangat Bagus

David Morens, yang bekerja di National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) mengatakan, virus semakin mudah menular.

"Mengenakan masker, mencuci tangan, semua itu adalah penghalang penularan, atau penularan, tetapi karena virus menjadi lebih menular, secara statistik lebih baik untuk mengatasi hambatan itu," ungkapnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari WashingtonPost.

Penemuan itu terjadi ketika para ahli di Houston, Texas mengurutkan genom virus sejak dimulainya pandemi di Bara pada Maret lalu.

Studi mereka mengklaim salah satu mutasi yang paling dominan di AS, menyumbang 99,9 persen dari semua kasus di wilayah Houston.

Baca Juga: Sedang Dikembangkan Alat Deteksi Corona Melalui Embusan Nafas, Inovasi Karya Anak Bangsa

Mereka mengklaim mutasi mampu mengubah struktur 'protein lonjakan' yang dapat membantu penyebaran strain itu.

Para ahli mengatakan ini membantu virus untuk melekat pada sel yang terinfeksi dan pada gilirannya meningkatkan kemampuannya yang bermutasi untuk menginfeksi sel.

Menurut para ahli dari University of Chicago dan University of Texas Austin, strain D614G sekarang lebih unggul daripada pesaingnya.

Baca Juga: Mendapat Nasihat Temannya, Febri Diansyah Tanggalkan Jabatan, Pamit dari KPK

Penelitian mereka, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, menemukan orang dengan jenis yang terinfeksi memiliki viral load yang lebih tinggi di saluran pernapasan mereka yang memungkinkan virus menyebar.

Namun, meski dominan, para ahli mengatakan itu tidak berarti strain ini lebih mematikan.

Para ahli menambahkan, tingkat keparahan penyakit, terkait lebih dekat dengan kondisi kesehatan yang mendasari pasien.

AS adalah negara yang paling parah terkena dampak setelah wabah virus dan telah melihat lebih dari 7.000.000 kasus penyakit yang dikonfirmasi.

Baca Juga: Rangking Kedua Nasional, Tiap Hari Rata-rata 500 Kasus Baru Covid-19 Muncul di Jabar

Jumlah korban tewas telah melampaui 200.000.

Kabar mengerikan ini datang hanya beberapa jam setelah peneliti di Jepang mengklaim masker wajah plastik (Face Shield) tidak sepenuhnya melindungi orang dari ancaman virus.

Para ahli dan profesional kesehatan telah merekomendasikan penggunaan pelindung ini bersama dengan masker wajah sebagai perlindungan.

Sebuah simulasi komputer mengungkapkan hampir 100 persen tetesan udara yang berukuran lebih kecil dari lima mikrometer dapat keluar melalui pelindung plastik saat berbicara dan bernapas.

Baca Juga: BLT UMKM Rp2,4 Juta Baru Capai 64,5 Persen, Masih Ada Kesempatan Untuk yang Belum Daftar

Dikhawatirkan, separuh dari tetesan yang lebih besar yang dikeluarkan oleh batuk dan bersin juga dapat keluar ke udara, menimbulkan risiko bagi orang lain dan berpotensi menyebarkan virus.

Ini berarti hanya memakai pelindung wajah tidak akan menawarkan perlindungan vital dari virus corona.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman Express, Makoto Tsubokura, ketua tim penelitian yang dilakukan oleh Riken Center di Jepang, dari hasil simulasi efektivitas penggunaan pelindung wajah terbatas.

Baca Juga: Balita Umur 1 dan 3 Tahun Positif Covid-19 di Sumedang, Corona Meninggi, Sehari Hingga 24 Kasus

"Hal ini terutama berlaku untuk tetesan kecil dengan jarak kurang dari 20 mikrometer. Pada saat yang sama, entah bagaimana cara ini bekerja untuk tetesan yang lebih besar dari 50 mikrometer," ungkapnya.***(Rahmi Nurfajriani/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler