Pendapatan Vanuatu Surplus Saat Pandemi Covid-19, Ternyata Hasil dari Jual Kewarganegaraan!

- 29 September 2020, 09:01 WIB
Vanuatu jual status kewarganegaraan/paspor untuk membayar utang ke negara lain
Vanuatu jual status kewarganegaraan/paspor untuk membayar utang ke negara lain /RNZ

PR CIANJUR - Negara kecil Vanuatu menjadi perbincangan publik dunia setelah pernyataan Perdana Menterinya, Bob Loughman di sidang PBB baru lalu.

Vanuatu untuk kesekian kalinya pada sidang PBB mengungkit-ungkit soal Papua.

Disebutkan bahwa Indonesia telah melanggar hak asasi manusia (HAM) di Papua.

Baca Juga: Merchant Baru ShopeePay Minggu ini Penuh dengan Fesyen dan Makanan Lezat

Pada pertemuan PBB baru lalu, pernyataan tersebut di 'skakmat' oleh diplomat muda Indonesia Silvany Austin Pasaribu.

Silvany balik menceramahi Bob Loughman untuk tidak mencampuri urusan negara lain karena ada aturan yang melandasi hal tersebut di PBB.

Ternyata banyak fakta-fakta unik dan mencengangkan lainnya dari negera ini.

Setelah sebelumnya diberitakan Pikiran Rakyat Cianjur bahwa Vanuatu baru bebas kanibalisme mulai 1970, ternyata ada fakta lainnya yang mencengangkan.

Baca Juga: Tak Hanya Vanuatu, Ada 7 Negara Lain yang Satu Suara, Dukung Kemerdekaan Papua Barat

Di tengah pandemi akibit Covid-19, hampir semua negara di dunia merasakan pengaruhnya utamanya pada sektor ekonomi.

Namun hal tersebut tak terpengaruh bagi pemerintah Vanuatu.

Secara mengejutkan, Vanuatu melaporkan pendapatan negaranya yang justru surplus di masa pandemi.

Dikutip Pikiran Rakyat Cianjur dari Antara, Pemerintah Vanuatu pada Kamis 20 Agustus 2020 melaporkan pendapatan negara surplus sebanyak 3,8 miliar vatu (sekitar Rp504,5 miliar).

Baca Juga: Terus Usik Soal Papua, Wakil Ketua DPR RI: Vanuatu Menghasut dan Sebar Hoaks

Hal tersebut terjadi karena adanya 32 % kenaikan pada penjualan kewarganegaraan senilai 7,1 miliar vatu (sekitar Rp922,36 miliar).

Dengan 'larisnya' penjualan paspor/status kewarganegaraan Vanuatu, negara itu bisa melunasi utangnya pada sejumlah negara, salah satunya Tiongkok.

Namun praktik ini diingatkan oleh beberapa pengamat yang menyebut penjualan paspor tersebut dapat merusak hubungan yang menguntungkan dengan beberapa negara khususnya Australia.

Baca Juga: Video Hak Jawab Indonesia oleh PTRI PBB Silvany Austin Pasaribu Terhadap Pernyataan Vanuatu

"Beberapa dari mereka yang membeli paspor ini masuk daftar merah Interpol, dan semakin lama praktik itu berlangsung, semakin berbahaya untuk nilai paspor tersebut," kata Direktur Program Kepulauan Pasifik Lowy Institute, Jonathan Pryke.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x