Teror Pemenggalan Kepala di Prancis Kembali Buat 3 Korban di Gereja, Selang 13 Hari Usai Kasus Guru

- 30 Oktober 2020, 09:50 WIB
Ilustrasi pisau.
Ilustrasi pisau. //Pixabay/OpenClipart-Vectors

PR CIANJUR - Dalam waktu kurang dari dua minggu saat adanya kasus pemenggalan, teror kembali dihadapi oleh Prancis d yang terjadi wilayah tersebut.

Dua wanita dan seorang pria dibunuh seorang pria di gereja Notre-Dame Basillica, Nice Tengah.

Sambil membawa pisau dengan bilah 17 cm sekitar pukul 8.30 pagi waktu setempat, pria itu memasuki gereja dan dalam waktu 30 menit ia kemudian membunuh dua orang dan melukai ketiganya secara fatal.

Baca Juga: Uang Rp10 Juta Milik Seorang Wanita di Pekanbaru Raib Digasak Keponakannya yang Menginap

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman The Guardian, salah satu korban dari kasus yang langsung dikenal sebagai 'teror Nice' tersebut adalah seorang wanita berusia 60 rahun yang berada di gereja untuk berdoa.

Jaksa anti-teroris Prancis, Jean-Francois Ricard mengatakan bahwa para korban meninggal karena lehernya dipotong hampir terpenggal.

Sementara korban kedua diyakini sebagai pemimpin gereja, yakni Vinvent Loques (55). Ia adalah ayah dari dua anak yang juga dipotong tenggorokannya.

Korban ketiga adalah seorang wanita berusia 44 tahun yang ditikam beberapa kali.

Baca Juga: Terkait Kontroversi Emmanuel Macron, Menag Sebut Kebebasan Berekpresi Tak Boleh Kebablasan

Meski tak meninggal di tempat, ia segera lari ke bar terdekat namun diketahui telah terluka parah sehingga nyawanya tak tertolong.

Polisi segera mengetahui pemenggalan itu sehingga menembak pembunuh dengan sejumlah tembakan hingga akhirnya melukai bahu karena tersangka menolak menjatuhkan pisau.

Tersangka berhasil dilumpuhkan pada pukul 09.10, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel "Selang 13 Hari Usai Kasus Guru, Teror Pemenggalan Kepala di Prancis Kembali Buat 3 Korban di Gereja".

Tak sedikit para pejabat Prancis memuji polisi yang tanggap mengatasi kasus 'pemenggalan' tersebut.

Baca Juga: Rekor Setengah Juta Pasien Covid-19 Baru dalam 24 Jam, Update Virus Corona di Dunia 30 Oktober 2020

Kini jaksa anti-teroris nasional telah membuka penyelidikan atas pembunuhan yang diduga berkaitan dengan organisasi teroris.

Pada konferensi Kamis, 29 Oktober 2020, Jaksa Ricard mengatakan bahwa penyerang membawa tiga pisau. Dua di antaranya tak digunakan dalam serangan. Selain itu tersangka pun diketahui membawa al quran.

Berdasarkan hasil penelusuran polisi Prancis, tersangka disebut sebagai Brahim Aouissaoui (21) warga Tunisia.

Sebelumnya ia memasuki Prancis secara ilegal melalui Lampedusa, Italia pada awal Oktober 2020.

Baca Juga: Simak Manfaat Kulit Pisang Menurut Ahli Gizi, Baik untuk Turunkan Berat Badan

Aouissaoui tak membawa berkas apapun selain sebuah dokumen dari Palang Merah Italia.

Menurut jaksa, pria itu dijemput oleh kamera CCTV di stasiun Nice pada 6.47 pagi.

"Dia mengganti jaket dan sepatunya. Dia kemudian berjalan 400m ke basilika Notre-Dame. Dia masuk pada pukul 8.29 pagi. Pada pukul 8.57 pagi, polisi kota turun tangan dan memasuki gereja. Pria itu, meneriakkan 'Allahu Akbar', (kemudian, red) ditembak," ujarnya.

Ricard mengatakan para penyelidik telah menetapkan bahwa Aouissaoui terdaftar di Lampedusa, Italia pada 20 September 2020.

Baca Juga: Usai Bertemu dengan PBNU, Mike Pompeo Sebut AS dan Indonesia Berkomitmen Terhadap Toleransi Beragama

Serangan Terjadi 13 Hari Usai Pemenggalan Guru Prancis

Serangan pada Kamis, 29 Oktober 2020 terjadi 13 hari setelah seorang pria berusia 18 tahun memenggal kepala guru sejarah di sekolah menengah Prancis, Samuel Paty (47).

Peristiwa itu terjadi di timur laut Paris usai Paty menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW saat berdiskusi dengan para muridnya mengenai kebebasan berbicara.

Karikatur yang ditunjukkan termasuk salah satu ilustrasi yang sempat terbit di majalah satir Charlie Hebdo.

Baca Juga: Terkait Pencekalan Bambang Trihatmodjo, Mayangsari: Sebenarnya yang Nakal Gurunya

Presiden Prancis, Emmanuel Macron kemudian berjanji bahwa ia akan menindak para ekstremisme Islam.

Beredar pula kabar bahwa ia akan menutup masjid dan organisasi lain yang dituduh mengobarkan radikalisme sekaligus kekerasan.

Komentar Emmanuel Macron pun memicu protes kemarahan para muslim di seluruh dunia dengan menyerukan pemboikotan barang asal Prancis.

"Prancis sedang diserang. Tiga rekan kami tewas di basilika di Nice hari ini dan pada saat yang sama situs konsuler Prancis diserang di Arab Saudi," ujarnya.

Baca Juga: Fadjroel Arahkan Tim Najwa Shihab Temui Menkopolhukam Terkait Liputan Pembakaran Halte saat Demo

Ia mengungkap beberapa poin mengenai kasus pemenggalan kedua tersebut. Pertama, Emmanuel Macron mendukung penuh umat Katolik di seluruh dunia saat adanya sejumlah pastor yang meninggal karena serangan pada 2016 lalu.

"Kami berada di pihak mereka agar agama dapat dengan bebas dijalankan di negara kami. Orang bisa percaya atau tidak, semua agama bisa dipraktekkan, tapi hari ini bangsa di samping rekan Katolik kita," tambahnya.

Sedangkan pesannya yang kedua berisi soal kasus teror Nice yang juga dikaitkan dengan teroris Islam.

"Pesan kedua saya adalah untuk Nice dan orang-orang Nice yang telah menderita akibat kebodohan teroris Islam. Ini adalah ketiga kalinya terorisme melanda kota Anda dan Anda mendapat dukungan dan solidaritas bangsa," ujar Emmanuel Macron.

Baca Juga: Maia Estianty Bandingkan Penampilannya Tahun 2014 dan Sekarang: Mudaan Sakarang ya?

Ia mengatakan jika serangan terjadi sekali lagi, ia akan menghadapi ancaman dugaan teroris tersebut dengan semakin tegas.

Juru bicara polisi setempat, Florence Gavello pun turut membuka suara mengenai kasus pemenggalan kedua tersebut.

"Situasinya sekarang terkendali," ujarnya seperti dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman Al Jazeera.***(Farida Al-Qodariah/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: The Guardian Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x