Mahkamah Konstitusi Gelar Bimtek, Melatih Pengacara dalam Tangani Kasus Sengketa Pilkada Serentak

27 November 2020, 18:40 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /Pikiran-Rakyat.com/Fian Afandi

PR CIANJUR – Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto menutup secara resmi kegiatan virtual berjudul “Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Serentak Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Penutupan dilaksanakan pada Kamis sore 26 November 2020, dilansir Pikiran Rakyat Cianjur dari laman mkri.id.

“Kami mengucapkan puji dan syukur atas Rahmat Allah SWT sehingga sampai hari ini kita tetap dalam keadaan sehat, dapat beraktivitas dalam Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pilkada Serentak,” kata Aswanto.

Baca Juga: Polisi Beberkan Identitas ST dan MA Pelaku Prostitusi Online, Masih Ada 2 Artis Lagi yang Dikejar

“Ucapan terima kasih kepada Plt. Kapusdik Pancasila dan Konstitusi serta pegawai Pusdik yang menyelenggarakan bimtek dengan baik, para pejabat di Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK, Presiden DPP KAI beserta segenap jajaran,” kata Aswanto lagi.

“Penghargaan setinggi-tingginya juga diberikan kepada para peserta bimtek meski hadir secara daring,” ucap Aswanto.

Aswanto yakin para advokat peserta bimtek dapat menerima berbagai materi yang disampaikan narasumber dan mampu mengimplementasikannya nanti baik sebagai kuasa Pemohon, kuasa Pihak Terkait, atau menjadi Kuasa Termohon (KPU) pascapilkada 2020.

“Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang ikut bimtek ini, tidak tertutup kemungkinan pada saat penanganan sengketa hasil pilkada, berada pada posisi yang berhadap-hadapan,” ucap Aswanto lagi.

Baca Juga: Semasa Hidupnya, Maradona Idolakan Che Guevara dan Fidel Castro

“Saya tidak ingin menggunakan diksi berlawanan. Berhadap-hadapan dalam arti sebagai kuasa Pemohon akan mengemukakan dalil-dalil dan bukti-bukti bahwa apa yang ditetapkan KPU adalah keliru,” ujar Aswanto.

“Kepada kawan-kawan yang menjadi kuasa Termohon akan menyampaikan argumentasi beserta bukti-bukti. Demikian juga dengan kuasa Pihak Terkait akan menyampaikan dalil-dalil dengan didukung bukti-bukti. Itulah gambaran yang akan terjadi saat persidangan sengketa hasil pilkada,” ujar Aswanto melanjutkan.

Aswanto menanggapi pasal 158 UU No. 10/2016. Pasal itu menegaskan para pihak bisa mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK jika persentase selisih suara tidak melebihi apa yang ditentukan dalam pasal 158 UU a quo.

Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 6 Tahun 2020 menerangkan ada pergeseran terkait persentase selisih suara yang ditetapkan MK untuk mengajukan permohonan sengketa hasil.

Baca Juga: TERPOPULER Hari Ini: Dari Visi Misi Bupati Cianjur hingga Gereja Maradona untuk Sang Legenda

“Kami tidak menegasikan Pasal 158. Kalau Pasal 158 tidak terpenuhi, maka amar putusannya adalah tidak dapat diterima,” tutur Aswanto.

“Karena persyaratan formil tidak terpenuhi. Berbeda pada penanganan sengketa sebelumnya diselesaikan di awal pemeriksaan perkara,” tutur Aswanto lagi.

“Kami bersepakat bahwa untuk menentukan presentase yang ditentukan oleh KPU itu benar, kami harus betul-betul memeriksa secara serius bukti dan dalil Pemohon, Termohon, Pihak Terkait serta keterangan Bawaslu. Mahkamah Konstitusi berusaha untuk memberikan keadilan yang substantif,” kata Aswanto menutup.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: mkri.id

Tags

Terkini

Terpopuler