Ahmad Wahib dan Soe Hok Gie, Bagian Dari Sejarah Panjang Perjuangan Mahasiswa Indonesia

3 Desember 2020, 08:53 WIB
Ilustrasi mahasiswa. /Pixabay/Wokandapix.

PR CIANJUR – Ahmad Wahib dan Soe Hok Gie merupakan dua eksponen berbeda latar belakang. Namun, keduanya menyandang status mulia, Mahasiswa.

Dunia kemahasiswaan Indonesia di dekade kedua abad ke-21 ini terasa sangat datar, dikutip Pikiran Rakyat Cianjur dari buku Pergolakan Pemikiran Islam dan Catatan Seorang Demonstran.

Tak ada aktivitas baik itu akademik, organisasi, maupun aksi parlemen jalanan yang menggugah kesadaran bangsa Indonesia.

Baca Juga: Konflik Inggris dan Belanda yang Terlupakan, Buah Pala, Harta Karun Antara Run dan Manhattan

Ada apa dengan mahasiswa Indonesia ? alih-alih proses transisi dari budaya literasi konvensional menuju digital yang seharusnya lebih memasifkan pergerakan mahasiswa baik di intra maupun ekstra kampus ternyata untuk saat ini kurang berpengaruh secara signifikan.

Baiknya bila kita melihat pada sosok Ahmad Wahib dan Soe Hok Gie. Dua orang mahasiswa Indonesia angkatan ’66 ini sangat rajin dalam menulis.

Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisannya pun sangat kompleks. Mulai dari ranah negara hingga kehidupan pribadi masing-masing.

Baca Juga: Persembahan untuk Sang Ibu, Chord Gitar dan Lirik Hanya Rindu - Andmesh Kamaleng

Pergolakan pemikiran dalam diri keduanya yang notabene merupakan aktivis kampus tersebut sampailah di abad ke-21 ini dengan bentuk sebuah buku.

Catatan harian Gie dibukukan dengan judul Catatan Seorang Demonstran, sedangkan catatan milik Wahib berjudul Pergolakan Pemikiran Islam.

Berangkat dari latar belakang berbeda, Gie dengan lahapan buku-buku sastra, filsafat dan politiknya menjadikan kampus Fasa UI sebagai medan juangnya.

Bahkan ia dianggap sebagai salah satu konseptor aksi mahasiswa 10 Januari 1966. Hasil bacaannya, diskusi-diskusi yang ia ikuti, kegiatan kemahasiswaan intra-ekstra kampus ia tuliskan dalam catatan hariannya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Sagitarius Hari Ini, Berhati-hatilah dalam Percintaan

Wahib, mahasiswa FIA UGM berasal dari lingkungan pesantren tradisionalis di Madura. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi medan juangnya bersama sahabatnya, Djohan Effendi.

Pemikiran-pemikiran Wahib dan Djohan dianggap terlalu ‘bebas’ dan sering kali menyinggung masalah-masalah prinsipiil.

Karena itu, pada akhirnya dia memutuskan keluar dari HMI. Seperti disitat dari laman islamindonesia.com buku catatan Wahib bahkan pada tahun 2016 lalu dilarang peredarannya di Malaysia karena dianggap tidak sesuai dengan pemraktikan ajaran Islam di negara tersebut.

Baca Juga: Satgas Covid-19 Lakukan Sinkronisasi Data, Penambahan Jumlah Pasien Positif Menjadi Pembelajaran

‘Pena lebih berbahaya daripada pedang’,-anonim. Mahasiswa, entah dari fakultas eksakta apalagi sosial-humaniora sudah seharusnya menulis. Karena dengan menulis ide dan gagasan akan tersebar luas. Revolusi sebuah negara dimulai dengan tulisan.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Buku Pergolakan Pemikiran Islam Buku Catatan Seorang Demonstran

Tags

Terkini

Terpopuler