Soal Wacana Revisi UU ITE, DPR: Jangan Sampai Lupakan Semangat Tentang Kebebasan Berpendapat

20 Februari 2021, 16:20 WIB
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. /Dok. DPR RI.

PR CIANJUR – Wacana revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendapat tanggapan dari berbagai pihak.

Salah satu pihak yang turut menanggapi wacana revisi UU ITE ini datang dari lembaga legislatif DPR RI.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui salah satu anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menyatakan bahwa UU ITE harus kembali ke niat awal sebagai perlindungan bagi konsumen.

Baca Juga: Kepada Teten Masduki, Shopee Sampaikan Dominasi Pedagang Lokal dan UMKM di Platform adalah 97 Persen

“Filosofi dan tujuan dibuatnya UU ITE perlu dikembalikan pada niat awal pembentukannya, yaitu memastikan transaksi elektronik atau e-commcerce berjalan dengan baik sehingga hak-hak konsumen bisa terlindungi,” kata Guspardi Gaus di Jakarta.

Dilansir Pikiranrakyat-Cianjur.com dari Antara, kajian menyeluruh harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merevisi UU ITE tersebut. Guspardi Gaus juga menghimbau untuk dibuka ruang aspirasi dan diskusi dengan mengundang berbagai pakar yang memang ahli di bidangnya.

Banyaknya masukan untuk meminta merevisi UU ITE ini menurut Guspardi Gaus harus direspons pemerintah. Ini tidak lain untuk membuat ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, dan produktif.

Baca Juga: Diduga Beli dengan Uang Perizinan Ekspor Benur, KPK Sita Villa Edhy Prabowo di Sukabumi

Revisi UU ITE ini jangan sampai melupakan semangat tentang kebebasan berpendapat di muka publik dengan rasa berkeadilan di bawah lindungan kuasa negara.

Wacana revisi UU ITE ini mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan karena dinilai sudah harus dirubah mengingat adanya perubahan masif di bidang teknologi informasi.

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Anggota DPR RI Komisi IX, Saleh Partaonan Daulay.

“Perubahan tersebut harus disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang ada. Sebab, teknologi informasi ini perubahannya sangat cepat. Tidak menunggu tahun, kadang perubahannya dalam hitungan pekan atau bulan,” kata Saleh.

Baca Juga: Selidiki 2 Kantor Tender Pengadaan Bansos, KPK Temukan Dokumen dan Alat Elektronik Terkait Perkara Korupsi

Melihat kenyataan yang terjadi hari ini, dia berpendapat wacana revisi UU ITE harus melihat konteks kekinian. 

Perubahan cepat dan munculnya berbagai media sosial, teknologi informasi, dan kondisi pandemi Covid-19 seharusnya dipertimbangkan untuk menjadi masukan ketika nanti UU ini jadi direvisi.

Saleh berpendapat revisi UU ITE nantinya harus berfokus kepada pengendalian teknologi informasi. Bukan pada tindak hukum yang selama ini didasarkan atas penggunaan UU ITE ini.

Baca Juga: Rekomendasi 6 Film Dokumenter Penuh Misteri yang Menceritakan Kasus Pembunuhan dan Tindak Kriminal Lainnya

“Kalau persoalan penipuan, penghinaan, penghasutan, adu domba, penyebaran data yang tidak benar, cukup diatur di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan begitu, implementasi UU ITE lebih mudah. Tidak ada tumpang tindih,” kata Saleh.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler