Mahkamah Konstitusi Gelar Bimtek, Melatih Pengacara dalam Tangani Kasus Sengketa Pilkada Serentak

- 27 November 2020, 18:40 WIB
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020.
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020. /Pikiran-Rakyat.com/Fian Afandi

“Saya tidak ingin menggunakan diksi berlawanan. Berhadap-hadapan dalam arti sebagai kuasa Pemohon akan mengemukakan dalil-dalil dan bukti-bukti bahwa apa yang ditetapkan KPU adalah keliru,” ujar Aswanto.

“Kepada kawan-kawan yang menjadi kuasa Termohon akan menyampaikan argumentasi beserta bukti-bukti. Demikian juga dengan kuasa Pihak Terkait akan menyampaikan dalil-dalil dengan didukung bukti-bukti. Itulah gambaran yang akan terjadi saat persidangan sengketa hasil pilkada,” ujar Aswanto melanjutkan.

Aswanto menanggapi pasal 158 UU No. 10/2016. Pasal itu menegaskan para pihak bisa mengajukan permohonan sengketa hasil ke MK jika persentase selisih suara tidak melebihi apa yang ditentukan dalam pasal 158 UU a quo.

Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 6 Tahun 2020 menerangkan ada pergeseran terkait persentase selisih suara yang ditetapkan MK untuk mengajukan permohonan sengketa hasil.

Baca Juga: TERPOPULER Hari Ini: Dari Visi Misi Bupati Cianjur hingga Gereja Maradona untuk Sang Legenda

“Kami tidak menegasikan Pasal 158. Kalau Pasal 158 tidak terpenuhi, maka amar putusannya adalah tidak dapat diterima,” tutur Aswanto.

“Karena persyaratan formil tidak terpenuhi. Berbeda pada penanganan sengketa sebelumnya diselesaikan di awal pemeriksaan perkara,” tutur Aswanto lagi.

“Kami bersepakat bahwa untuk menentukan presentase yang ditentukan oleh KPU itu benar, kami harus betul-betul memeriksa secara serius bukti dan dalil Pemohon, Termohon, Pihak Terkait serta keterangan Bawaslu. Mahkamah Konstitusi berusaha untuk memberikan keadilan yang substantif,” kata Aswanto menutup.***

Halaman:

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: mkri.id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah