Sejarah Bendera Pusaka yang Dijahit Ibu Fatmawati dan Makna di Balik Warna Merah Putih

- 16 Agustus 2020, 11:33 WIB
Bendera Indonesia.
Bendera Indonesia. /PIXABAY/Mufid Majnun

PR CIANJUR - Bulan Agustus menjadi bulan yang mempunyai banyak sejarah bagi Indonesia. Salah satunya Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus.

Selain hari kemerdekaan, ada juga beberapa peristiwa heroik dan keterlibatan Indonesia di komunitas Internasional yang terjadi di bulan Agustus.

Memasuki Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) yang ke-75, alangkah baiknya kita selalu mengingat dan memberi penghormatan pada para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Di balik momen bersejarah ini, ternyata banyak kisah yang jarang terungkap. Salah satunya tentang bendera Merah Putih yang dikibarkan setelah Bung Karno membacakan teks Proklamasi.

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Hoaks dari Masa ke Masa, Muncul Pertama Kali sejak Tahun 1600

Dikutip Pikiranrakyat-Cianjur.com dari laman Kementerian Sekretariat Negara, sejarah mencatat, bendera Merah Putih yang dikibarkan pada saat itu adalah bendera yang dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno.

Kemudian bendera itu menjadi bendera pusaka yang paling bersejarah.

Bendera pusaka terdiri dari dua warna yakni merah di atas dan putih di bawah.Lalu mengapa bendera Indonesia bewarna merah dan putih?

Dari filosofi umum, makna warna merah mengandung arti lambang dari keberanian, sedangkan warna putih merupakan tanda kesucian.

Jika digabungkan menjadi warna merah putih, maka mengandung makna 'keberanian di atas kesucian'.

Selain itu ada beberapa pemaknaan lain dari warna merah dan putih yakni lambang kehidupan atau lukisan hidup mati. Ada pula yang mengartikan dengan keberanian atas kebenaran.

Baca Juga: Temuan Bangunan Bersejarah di Stasiun, Pemkot Bekasi Akan Surati Lembaga Terkait

Namun, bukan sekedar memaknai arti keberanian dan kesucian, warna merah dan putih juga berkaitan dengan nilai budaya Indonesia. Dalam tradisi Jawa, merah dan putih dilambangkan sebagai gula merah dan nasi putih karena keduanya merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia.

Dalam sejarahnya, bendera pusaka yang asli pertama kali dikibarkan di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yakni kediaman milik Presiden Soekarno, pada Jumat, 17 Agustus 1945.

Pada tahun 1978, Ibu Fatmawati menjelaskan bahwa kain untuk Bendera Pusaka merupakan pemberian Pimpinan Barisan Propaganda Jepang, Hitoshi Shimizu melalui pemuda bernama Chairul Basri.

Pada saat itu, bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang dipimpin Kapten Latief Hendraningrat. Saat Bendera Pusaka dinaikkan, lagu Indonesia Raya pun dinyanyikan secara bersama-sama.

Namun, pada saat terjadi agresi militer Belanda menyerang Yogyakarta, 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat dipotong menjadi dua bagian. Saat itu, Ajudan Soekarno bernama Husein Mutahar dipercaya untuk mengamankan.

Meski sempat ditangkap tentara Belanda, ia berhasil melarikan diri. Kemudian, ia membawa kembali bendera tersebut ke Jakarta dan menjahitnya kembali.

Baca Juga: Fakta atau Hoaks: Benarkah Logo HUT RI ke-75 Ada Lambang Salib?

Tercatat setelah tahun 1968, bendera yang dikibarkan di Istana saat upacara kemerdekaan bukan lagi Bendera Pusaka asli karena kondisi Bendera Pusaka pada saat itu sudah lapuk tak memungkinkannya lagi untuk dikibarkan.

Sejauh ini, Bendera Pusaka telah tiga kali mengalami duplikasi. Bendera Pusaka diduplikasi pertama kalinya pada tahun 1969, atas permohonan Husein Mutahar, Dirjen Udaka Kemendikbud pada waktu itu dan mantan ajudan Presiden Soekarno.

Saat itu, Husein Mutahar, yang juga pencipta lagu Hymne Syukur dan Mars Hari Merdeka mengajukan syarat bahwa duplikasi Bendera Pusaka haruslah terbuat dari benang sutera asli dan menggunakan zat pewarna dan alat tenun tradisional.

Sejak 1968, Istana Negara mulai menaikkan replika bendera pusaka yang terbuat dari kain sutera.

Bendera Merah Putih ini pun berkibar selama 15 tahun lamanya, hingga tahun 1984. Namun, Husein Mutahar kembali mengajukan permohonan kepada Presiden Soeharto untuk membuat kembali duplikasi kedua Bendera Pusaka, dengan alasan duplikat pertama telah usang.

Presiden Soeharto pun menyetujui duplikasi Bendera Pusaka kedua, kemudian berkibarlah Sang Merah Putih itu selama 30 tahun di Istana Merdeka sejak tahun 1985 hingga 2014.

Baca Juga: Siapkan Diri, Ini Kisi-kisi Resmi SKB CPNS 2019 dari Kemenpan-RB

Pada tahun 2015, duplikasi Bendera Merah Putih yang ketiga dikibarkan saat upacara kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta.

Pada 20 Mei 2007, bendera asli dipindahkan dari Istana Negara ke Monumen Nasional (Monas). Momentum itu bertepatan dengan hari kebangkitan nasional.

Sebagai sebuah simbol negara, penggunaan Bendera Merah Putih sendiri diatur oleh UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Dalam Pasal 1, ayat (1) dijelaskan dalam Undang-undang yang dimaksud Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.

Demikian pula untuk ukuran Bendera Negara yang telah ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (3), disebutkan ukuran untuk penggunaan di lapangan Istana Kepresidenan yaitu 200x300 centimeter.

Bendera mungkin fisiknya hanya secarik kain berwarna, tapi di balik itu ada banyak perjuangan untuk menghadapi para penjajah. Semoga di HUT RI yang ke-75 ini, bendera Merah Putih terus berkibar.***

Editor: Bayu Nurullah

Sumber: Setneg


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini