Emak-Emak Masih Keluhkan Minyak Goreng Langka, Peneliti: Solusinya Fokus dari Hulu

7 Februari 2022, 13:35 WIB
Ilustrasi minyak goreng. /Antara Foto/Fakhri Hermansyah./

 

JENDELA CIANJUR - Hingga saat ini sejumlah ibu rumah tangga masih mengeluhkan sulitnya mendapatkan minyak goreng di pasaran.

Di beberapa daerah bahkan tidak sedikit yang mengeluhkan kelangkaan, walaupun di daerah lain tidak sulit untuk bisa didapat.

Kondisi ini tentu membuat ibu-ibu rumah tangga resah, mengingat minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok.

Baca Juga: Ini Jadwal Sholat Kota Bandung, Senin 7 Februari 2022 Disertai Keutamaan Berjamaah di Masjid

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah, mengatakan, jika dirunut dari hulu, terganggunya stabilitas pasokan minyak goreng sejatinya bermula dari lonjakan permintaan global untuk bahan bakar nabati atau biofuel berbasis minyak sawit.

Akibatnya, pasokan crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku untuk memproduksi minyak goreng berkurang.

Ia mengatakan, pada periode 2019-2020 peningkatan pangsa produksi CPO untuk bahan bakar nabati mencapai 24%.

Baca Juga: Ingin Kurus? Konsumsi Lemak Bisa Bantu Turunkan Berat Badan, Kata Ahli Diet
 
Kondisi itu diikuti dengan penurunan pangsa CPO yang diolah menjadi komoditas pangan, seperti minyak goreng.

"Ini bisa berpotensi menyebabkan kelangkaan,” ujarnya, Senin, 7 Februari 2022.

Seperti diketahui, Indonesia saat ini menerapkan kebijakan keharusan mencampurkan minyak diesel dengan 30 persen bahan berdasar minyak sawit (B30).
 
Baca Juga: MITOS, Konsumsi Lemak Bikin Gemuk, Ini Faktanya, Kata Ahli Diet Amerika Serikat

Padahal di sisi lain, produksi CPO di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan sejak tahun 2019.

Produksi kembali turun di 2021 sebesar 0,9 persen menjadi 46,89 juta ton.

Data rinci tentang stok akhir CPO pada tahun 2021 belum tersedia untuk umum pada saat CIPS menuliskan pernyataan ini.

Baca Juga: Lupa Niat Puasa Rajab? Jangan Panik Ini Bacaan Niatnya Dibaca Sebelum Dhuhur

Namun, menurut dia, Laporan Outlook 2022 Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC) menunjukkan, stok akhir CPO di Indonesia tahun 2021 berada dibawah tingkat rata-rata 4 juta ton.
 
Data kebutuhan CPO untuk produksi biofuel dapat dilihat dari jumlah konsumsi CPO untuk biofuel.

Antara 2019-2021, produksi CPO untuk biofuel meningkat dari 5,83 juta ton menjadi 7,38 juta ton.

Baca Juga: Doa berbuka puasa Senin Kamis dan Puasa Rajab Sesuai Sunah Rasulullah, Lengkap Latin dan Arabnya

Jumlah tersebut diperkirakan meningkat pada 2022 seiring dengan meningkatnya konsumsi biodiesel yang diperkirakan GAPKI berjumlah 8,83 juta ton.
 
Minyak goreng di Indonesia umumnya dihasilkan dari minyak sawit mentah (CPO) yang harganya berkorelasi langsung dengan harga CPO internasional.

Sepanjang 2021, harga CPO internasional naik  36,3 persen dibandingkan 2020 dan hingga Januari 2022, sudah mencapai Rp15.000/ kilogram.

Baca Juga: Niat Puasa Rajab Lupa? Jangan Panik Ini Bacaan Niatnya Dibaca Sebelum Dhuhur

Tingginya  harga tersebut disebabkan, diantaranya, oleh kekurangan pasokan di tengah meningkatnya permintaan di banyak bagian dunia karena belum pulihnya ekonomi akibat gelombang kedua Covid-19.
 
Di Indonesia, Kementerian Perdagangan mengatakan, kelangkaan pasokan disebabkan oleh penurunan produktivitas perkebunan sawit milik BUMN, swasta, dan petani kecil.

Kondisi itu bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga Malaysia, yang sama-sama merupakan produsen utama minyak sawit dunia.

Baca Juga: Ini Jadwal Sholat Kota Bandung, Senin 7 Februari 2022 Disertai Keutamaan Berjamaah di Masjid

Indonesia dan Malaysia setidaknya menyumbankan 85 persen dari pasokan minyak sawit global.
 
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sempat mengatakan bahwa akses kepada pupuk yang terjangkau dan distribusi pupuk bersubsidi menjadi kunci dalam pemenuhan permintaan minyak sawit dunia yang diprediksi akan meningkat sebesar 6,5 persen pada tahun 2022.

Permintaan minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga juga diperkirakan meningkat.

Baca Juga: Angka Covid-19 Meninggi, Kunjungan ke Komplek DPR RI Dibatasi dan Wajib Tunjukan Antigen

Penelitian CIPS mengusulkan agar pemerintah fokus kepada kebijakan terkait input pertanian, terutama pupuk bersubsidi, dengan memperbaiki mekanisme penebusan melalui Kartu Tani, dengan target penerapan secara nasional pada tahun 2024, untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
 
Menurut Nisrina, saat ini adopsi Kartu Tani oleh petani saat ini berjalan sangat lambat.

Pada 2020,  baru 6,20 juta kartu yang sudah dibagikan padahal jumlah petani yang seharusnya menerima kartu ini di e-RDKK ada sebanyak 13,90 juta. Kartu yang sudah digunakan pun baru mencapai 1,20 juta.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Kota Bandung, Senin 7 Februari 2022 Lengkap Dengan Persyaratannya
 
Untuk jangka panjang, pemerintah perlu merancang mekanisme evaluasi pemberian subsidi, menetapkan indikator “kelulusan” seorang petani atau suatu wilayah penerima subsidi, serta menargetkan batas waktu pencabutan subsidi. 
 
“Namun hal ini mensyaratkan data pertanian yang akurat yang selalu diperbarui untuk memonitor pendapatan dan harga-harga di tingkat petani," katanya.

Tidak kalah penting, menurut dia, kebijakan di sisi suplai turut diperlukan untuk meningkatkan kompetisi antar produsen pupuk dan memastikan harga pupuk yang terjangkau berdasarkan mekanisme pasar.***

Editor: AR Rachmawati

Tags

Terkini

Terpopuler