PR CIANJUR – Perempuan Indonesia bukan hanya seorang Ibu, mereka juga seorang patriot, seorang pejuang.
Dikutip Pikiran Rakyat Cianjur dari Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, Michael Wood, Sejarah Resmi Indonesia Modern Versi Orde Baru dan Para Penentangnya, film Habibie dan Ainun.
Pramoedya Ananta Toer dalam buku pertama dari Tetralogi Buru, yakni Bumi Manusia menjadikan sosok perempuan sebagai objek pembahasannya. Seorang aktris yang berperan dalam masanya itu adalah seorang nyai yang memiliki keinginan kuat untuk belajar dan mau menerima asupan pengetahuan yang baik dan mencerahkan dari dunia Barat.
Baca Juga: Ridwan Kamil Fokuskan Anggaran untuk Maksimalkan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Dalam novelnya yang berlatar di Jawa akhir abad 19 ini, sosok Nyai Ontosoroh yang merupakan seorang pribumi tulen dapat dengan cara-cara yang beradab menaklukan kewibawaan seorang Eropa yang jatuh hati dan kemudian menjadi suaminya, yakni Herman Mellema.
Nyai Ontosoroh jika disimbolkan, merupakan sosok perempuan pribumi kelas bawah yang tidak hanya memiliki modal kecantikan saja, tetapi memiliki daya intelektual yang pada akhirnya menaikan status sosialnya secara terhomat.
Ia menjadi pemimpin perusahaan peninggalan suaminya, orang yang keranjingan membaca tulisan-tulisan asing, dan menjadi sosok ibu yang berwibawa bagi anak-anaknya.
Perempuan pada masa kini seharusnya menjadi Empu.
Baca Juga: Raden Ajeng Kartini, Perempuan yang Melampaui Zamannya
Artikel Rekomendasi