UU Cipta Kerja Berikan Kepastian Hukum, Airlangga Hartarto: Berperan Maksimal dalam Pembangunan

24 Desember 2020, 15:21 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto /Adv/Dok. Pribadi

PR CIANJUR - Penetapan UU Cipta Kerja telah dikaji dapat menghindari terjadinya penyimpangan dalam proses perizinan usaha.

Hal tersebut karena UU Cipta Kerja berupaya memberikan kepastian hukum dan kemudahan proses perizinan berusaha.

Diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu, UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan melakukan penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Risk Based Approach).

Baca Juga: AC Milan Tutup Tahun 2020 Sebagai Capolista, Kalahkan Lazio 3-2 di San Siro

“Pendekatan perizinan berbasis izin (license base) diubah ke berbasis risiko (risk based),” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Kebijakan Sanksi dalam Peraturan Pelaksanaan UU Cipta Kerja, Selasa (22/12) di Jakarta.

Dikutip Pikiran Rakyat Cianjur dari laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko ini menimbulkan konsekuensi dan perubahan paradigma dalam pengawasan.

Menko Airlangga menuturkan, berbagai perubahan yang dilakukan dalam UU Cipta Kerja tidak hanya untuk peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, tetapi juga dalam kepastian perlindungan pekerja.

Baca Juga: Airlangga Hartarto Terima Gelar Doktor Honoris Causa, Setelah Berhasil Pimpin Cabor Wushu

“Hal ini telah mendapat sentimen postif dan apresiasi dari lembaga internasional seperti World Bank, Fitch Ratings, dan Moody’s, serta dianggap sebagai reformasi besar yang menjadikan Indonesia semakin kompetitif di pasar internasional dan domestik,” terang Menko Perekonomian.

Perubahan konsepsi perizinan yang krusial lainnya adalah adanya NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) yang mengatur jenis perizinan, standar, syarat, prosedur, dan jangka waktu penyelesaian.

Kesemuanya ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku secara nasional, baik di pusat maupun daerah.

Ia pun menggarisbawahi, upaya yang dilakukan dalam UU Cipta Kerja telah sejalan dengan perkembangan dan peran hukum dalam pembangunan nasional, terutama yang berkaitan dengan perekonomian dan penciptaan lapangan kerja.

Baca Juga: Daftar Harta Kekayaan 6 Menteri Baru Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf

“Para ahli hukum telah menggambarkan bahwa hukum dapat berperan maksimal dalam pembangunan ekonomi apabila hukum dapat menciptakan fungsi stability, predictability, dan fairness,” sambungnya.

Airlangga berpesan, penerapan konsepsi sanksi dalam UU Cipta Kerja hendaknya dapat dituangkan dengan baik dalam 44 peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yaitu 40 RPP ataupun 4 RPerpres.

Adapun pelanggaran ketentuan UU yang menimbulkan akibat K3L (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) tetap dikenakan sanksi pidana.

Baca Juga: UNESCO Tetapkan Festival Lentera Bunga Teratai Korea Selatan Jadi Warisan Budaya Takbenda Dunia

Pengaturan pengenaan sanksi tersebut tidak hanya kepada masyarakat atau pelaku usaha, tetapi juga kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak memberikan atau melaksanakan pelayanan perizinan berusaha sesuai dengan NSPK.

Selain itu, kepada ASN yang tidak melaksanakan fungsi pengawasan dan pembinaan sesuai ketentuan.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Ekon.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler