Vaksin AstraZeneca Boleh Digunakan, MUI: Ada Kondisi Kebutuhan yang Mendesak

20 Maret 2021, 20:33 WIB
Ilustrasi vaksin AstraZeneca. /Pixabay/HakanGERMAN

PR CIANJUR – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa vaksinasi di bulan puasa tidak membatalkan ibadah menahan lapar dan haus tersebut.

Berdasarkan Fatwa Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi pada saat Berpuasa, hal itu tidak membatalkan ibadah puasa.

Selain itu, MUI juga mensahkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi AstraZeneca. 

Baca Juga: Mengalami Gejala Hipotermia? Jangan Panik, Perhatikan Beberapa Hal Berikut Ini

Berdasarkan fatwa tersebut, meskipun vaksin AstraZeneca mengandung unsur haram, namun, MUI menghukumi mubah vaksin tersebut. Keharamannya terletak pada proses pembuatan vaksin yang mengandung unsur triospin dari pankreas hewan babi.

Dilansir Pikiranrakyat-Cianjur.com dari MUI, Sabtu 20 Maret 2021, hukum mubah vaksin AstraZeneca ini karena digunakan untuk keadaan darurat pandemi Covid-19.

Melalui Ketua MUI Bidang Fatwa, Dr. H.M. Asrorun Ni’am Sholeh, MA, lembaga ulama di Indonesia itu menyampaikan ada lima hal yang menjadikan vaksin Covid-19 AstraZeneca dihukumi mubah.

Pertama, dari sisi Keislaman, ada hal mendesak (darurat) yang membuat sebuah obat bisa digunakan meski hukum asalnya adalah haram.

Baca Juga: 7 Tips Perawatan Kulit yang Bisa Dilakukan untuk Mencegah dan Mengatasi Kerutan di Wajah

Hal tersebut merujuk kepada berbagai sumber hukum Islam mulai dari Al-Quran, Hadist, kitab para ulama, dan kaidah fiqih.

“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” kata Asrorun Ni’am Sholeh di Jakarta.

Kedua, adanya kondisi empiris di lapangan. Para ahli kesehatan yang dihadirkan dalam sidang fatwa MUI menyatakan, ada akibat fatal jika vaksinasi Covid-19 tidak dilakukan.

Tujuan vaksinasi Covid-19 adalah membentuk kekebalan komunal (herd immunity). 70 persen masyarakat Indonesia harus divaksin untuk mencapai tingkat aman dari serangan Covid-19.

“Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19,” ucap Asrorun.

Baca Juga: Tegaskan Pemerintah Beri Perhatian pada Revisi UU ITE, Mahfud MD Nyatakan Hal Ini

Ketiga, karena ketersediaan vaksin halal seperti dari Sinovac tidak mencukupi dosis untuk mencapai kekebalan komunal ini, maka harus ada tambahan dosis dari produsen vaksin lainnya.

“Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok,” ujar Asrorun.

Keempat, Indonesia berlomba dengan negara lainnya untuk mendapatkan jatah vaksin lebih banyak. Saat ini, baru Sinovac, dan AstraZeneca saja vaksin yang Indonesia dapatkan. Di samping proses masih berlangsung dengan produsen vaksin lainnya seperti Pzifer, Novavac, Sinopharm, dan Moderna.

Baca Juga: Shin Tae-yong Positif Terjangkit Covid-19, Berawal dari Tidak Enak Badan

“Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19, mengingat keterbatan vaksin yang tersedia,” tutur Asrorun.

Kelima, vaksin produksi AstraZeneca sudah melalui uji pakai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Surat Edaran tertanggal 22 Februari 2021.

“Ada jaminan keamanan pengunananya oleh pemerintah,” tutur Asrorun.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler