Aturan Sertifikasi Halal Berubah Menurut UU Cipta Kerja, MUI: Ini Bisa Melanggar Syariat

14 Oktober 2020, 19:30 WIB
Ilustrasi: Waduh, UU Ciptaker Tak Hanya Mengatur Buruh, Tapi Juga Sertifikat Halal. /Pikiran-rakyat.com

PR CIANJUR - sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah Salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh produk makanan dan minuman yang dijual di Indonesia.

Sertifikat halal tersebut untuk memastikan bahwa makanan dan minuman tersebut aman untuk dikonsumsi masyarakat Indonesia yang pada umumnya beragama Islam.

Kiini dengan disahkan Undang-Undang Cipta Kerja, aturan sertifikasi halal oleh MUI akan berubah seiring diberlakukannya kebijakan itu.

Baca Juga: Cerita Elvy Sukaesih Usai Jalani Perawatan Covid-19: Trauma, Masih Gemeteran

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari RRI, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law mengubah sistem penerbitan sertifikat halal.

Jika sebelumnya hal ini dikeluarkan oleh MUI, maka saat ini kewenangan mengeluarkan sertifikat halal bisa dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi Fatwa MUI Aminudin Yakub menilai diberlakukannya kebijakan ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya.

Pasalnya, sertifikat halal tidak bisa disamaratakan satu produk dengan produk makanan dan minuman lainnya.

Baca Juga: Ridwan Kamil Akan Prioritaskan Vaksin Covid-19 yang Tiba November untuk Wilayah Zona Merah

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya dalam artikel "Undang-Undang Cipta Kerja Disahkan, Sertifikat Halal Tak Lagi Berasal Hanya Dari MUI".

"Bagaimana BPJH mengeluarkan sertifikat halal, kalau itu bukan fatwa.

"Ini bisa melanggar syariat, karena tidak tau seluk beluk sertifikasi," kata Aminudin, Rabu 14 Oktober 2020.

Aminudin berpendapat bahwa proses audit makanan dan minuman yang mendapat sertifikasi halal tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

"Tentu, kalau bahan yang dipakai ada sertifikasi halal lebih mudah. Tapi kalau tidak kita sarankan untuk mengganti bahan baku," jelasnya lagi.

Baca Juga: FRI Beri Reaksi Keras Terkait Azis Syamsudin yang Sebut Omnibus Law Dikirim ke Presiden

Diketahui, dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan, persoalan mengenai sertifikasi halal memiliki perbedaan dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Salah satunya terkait siapa pihak yang boleh mengeluarkan sertifikasi ini, dan bagaimana kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang auditor halal.***(Alza Ahdira/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: RRI Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler