PDKT dengan Sejarah, Mata Pelajaran yang Katanya Sangat Membosankan

- 19 November 2020, 18:33 WIB
Ilustrasi sejarah.
Ilustrasi sejarah. /pexels

Contohnya, “Saya sarapan nasi goreng pada pagi hari tadi”. Secara sekilas, tak ada yang salah dengan pernyataan itu, benar-benar “sebagaimana adanya”.

Baca Juga: Akibat Pandemi Covid-19, Kemenpan-RB Sebut CPNS 2019 Jadi yang Terakhir, Rekrutmen Dibuka Lagi 2023

Namun, bila ditelisik dan dipikirkan lebih mendalam, akan timbul pertanyaan, “Nasi Goreng apa yang dia makan ? Nasi Goreng tradisional ? Oriental ? Indisch Food ? Apakah memakai kecap atau tidak ? pedas atau tidak ? memakai bawang goreng atau tidak ?”.

Dari satu kejadian di masa lalu, jika kita berpegang teguh pada diktum Leopold von Ranke itu, sejarah akan menjadi kering dan miskin penafsiran dan pemaknaan. Sejarah menjadi “biasa-biasa saja”. Tak bermakna.

Sejarah terdiri dari kumpulan fakta yang telah dipastikan.

Fakta-fakta yang tersedia bagi sejarawan ada di dalam dokumen, prasasti, bagaikan ikan di atas meja potong penjual ikan (Carr, 2014: 5).

Hal ini berarti bahwa Sejarah (dengan huruf “S” besar) merupakan kumpulan fakta dari masa lalu yang telah dipilah dan dipilih sedemikian rupa oleh sang subjek, dalam konteks ini, Sejarawan untuk disajikan kepada khalayak.

Bagaikan seorang mahasiswa yang pindah ke kosan barunya, dia memilah dan memilih barang-barang yang sekiranya memang diperlukan untuk kebutuhan pribadinya.

Baca Juga: Jelang Pilkada 2020, Polres Trenggalek dan Situbondo Ikuti Kegiatan Khotmil Qur’an Polda Jatim

Sesekali meminta pendapat kawannya tentang barang apa yang harus ada di kosannya, namun tetap pada akhirnya dialah Tuan penguasa di kamar kosannya.

Halaman:

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini