Hal tersebut merupakan analogi daripada Sejarah.
Ingat, Sejarah itu direkonstruksi, dibuat, disajikan kembali di masa kini oleh sang Sejarawan dengan selera pribadinya.
Sudah tentu ini akan sangat subjektif, tergantung selera sang Sejarawan. Bisa dipastikan bahwa diktum Ranke yang terkesan “Objektif” itu merupakan suatu pernyataan munafik.
Tidak ada Sejarah yang sebagaimana adanya, tidak ada Sejarah yang “biasa saja”.
Setiap Sejarah bermakna, karena diberi tafsiran oleh sang Sejarawan itu sendiri. Minimal, Sejarah itu sangat bernilai bagi Sang Sejarawan secara pribadi.
Carr menutup dengan sangat elegan apa itu Sejarah.
Baca Juga: Garuda Muda U-16 Terus Asah Kemampuan, Bima Sakti: Saya Merasa Kami Masih Banyak Kekurangannya
“Sejarah merupakan proses interaksi kontinu antara Sejarawan dengan fakta-faktanya, dialog tanpa akhir antara masa kini dengan masa lalu” (Carr, 2014: 35).
Jadi, jangan harap ada suatu Sejarah yang “objektif”. Yang ada adalah suatu Sejarah yang “intersubjektif”, ketika satu fakta sejarah yang telah diolah, ditafsirkan, diperkuat oleh fakta-fakta sejarah lainnya yang telah diberi penafsiran pula.
Guna Sejarah
Artikel Rekomendasi