Sejarah Timor Leste, Sesumbar Ramos Horta, dan Kenyataan Saat ini

25 September 2020, 22:08 WIB
POTRET Mantan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta. /Antara/Akbar Nugroho Gumay/

PR CIANJUR - Pada 28 November 1975, Timor Leste mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugis.

Lalu tak lama setelah itu Timor Leste bergabung dengan Indonesia di zaman pemerintahan Presiden Soeharto.

Timor Leste kemudian menjadi provinsi termuda di Indonesia yaknbi provinsi ke-17 bernama Timor Timur.

Baca Juga: Tersangka Pelecehan di Bandara Soetta Ditangkap di Toba Samosir Saat Bersama Istri dan Anaknya

Setelah masuk jadi provinsi termuda Indonesia yang ke-27, konflik terus terjadi hingga menjadikan Timor Timur Daerah Operasi Militer (DOM).

Namun setelah kepemimpinan Soeharto runtuh, BJ Habibie akhirnya melakukan jajak pendapat atau referendum untuk menentukan nasib Timor Timur.

Kala itu Timor Leste diberikan dua pilihan, yakni bergabung dengan Indonesia atau merdeka.

Baca Juga: Gubernur Jawa Barat Lantik 7 Pejabat Sementara Gantikan Bupati dan Wali Kota Kontestan Pilkada 2020

Hasil referendum akhirnya dimenangkan oleh rakyat yang memutuskan merdeka atau berdiri sebagai negara sendiri.

Dilansir Zonajakarta.com dari laman The Conversation, pada 30 Agustus 1999 sebanyak 80% warga Timor Leste memilih memisahkan diri.

Padahal sebelumnya Indonesia menawarkan otonomi khusus kepada Timor Leste bila tidak berpisah dari NKRI.

Menjadi negara merdeka setelah terlibat konflik membuat Timor Leste harus membangun negaranya dari nol.

Baca Juga: Ada BLACKPINK di PUBG Mobile, How You Like That Jadi Musik Latar di Lobi

Meski begitu, pemimpin Timor Leste optimis negaranya bisa mengatasi rintangan ekonomi. Sebagaimana diberitakan Zona Jakarta sebelumnya dalam artikel "Ngotot Pisah dari RI dan Bermimpi Negaranya Sesukses Dubai, Ramos Horta Gigit Jari Lihat Fakta ini".

Presiden Timor Leste periode 2007-2012, Jose Ramos Horta pernah mengungkapkan mimpinya dalam membangun negaranya kepada media Al Jazeera.

Kala itu, ada laporan bahwa ladang minyak dan gas utama Timor Leste akan mengering pada 2022 dan akan bangkrut pada 2027, menurut mantan pemimpinnya.

Baca Juga: Valentino Rossi Akui Balapan MotoGP 2020 Agak Membosankan, Imbas dari Baru Sekali Naik Podium ?

“Timor Leste baru berusia 15 tahun. Jika Anda melihat seperti apa negara saya pada awal abad ini, Anda akan terkejut, ”Ramos-Horta mengatakan kepada Al Jazeera pada 2017 lalu.

“Pada 2002, kami memiliki 19 dokter Timor Leste di negara itu,” kata pria berusia 67 tahun itu. "Hari ini kami memiliki hampir 1.000."

“Kami hampir tidak memiliki listrik di mana pun di negara ini, termasuk ibu kota, Dili. Saat ini, kami memiliki listrik berkelanjutan di 80 persen negara. 20 persen sisanya menggunakan metode alternatif seperti tenaga surya,” ujarnya kala itu.

Ramos Horta, yang juga dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1996 karena melobi para pemimpin asing untuk mendesak Indonesia menarik pasukannya, mengatakan bahwa pemerintahnya memiliki rencana terkait menipisnya cadangan minyak dan gas.

Baca Juga: GTPP Covid-19 Purwakarta: Tamu dari Zona Merah Dilarang Masuk

Tak hanya itu, Ramos Horta menyebut masa depan ekonomi negaranya tidak lagi bergantung pada simpanan minyak di lepas pantai.

“Tidak seperti banyak negara penghasil minyak dan gas lainnya, kami segera menciptakan dana kekayaan kedaulatan. Kami mulai dengan £ 250 juta dan sekarang kami memiliki lebih dari $ 16 miliar di bank.

“Saat itu, undang-undang menyebutkan 90 persen dari pendapatan minyak dan gas akan digunakan untuk membeli obligasi negara Amerika Serikat. Sepuluh persen, bisa kita gunakan untuk diversifikasi.

"Karena kami tidak memiliki banyak pengalaman di pasar internasional, kami memutuskan untuk menginvestasikan semuanya pada obligasi negara Amerika Serikat.

Baca Juga: Fakta-fakta Mengejutkan Muncul, Dua Pelaku Mutilasi Kalibata City Akan Diperiksa Kondisi Kejiwaannya

“Ketika krisis keuangan 2008 melanda, negara-negara dengan kedudukan internasional yang lebih kuat seperti Singapura dan Norwegia, kehilangan puluhan miliar. Timor Leste tidak kehilangan satu sen pun," lanjutnya.

Ramos Horta sendiri pernah berbicara kepada media pada tahun 2008.

Kala itu, politisi yang mengenyam pendidikan di Amerika Serikat itu menyindir Timor Leste bisa menjadi Dubai berikutnya.

Tetapi ketegangan telah membara dalam demokrasi yang baru lahir karena ketidaksetaraan pendapatan dan pengangguran yang tinggi.

Baca Juga: Santri Positif Covid-19 Makin Banyak, Pasien Sembuh dari Corona di Kebumen Semakin Sedikit

Menurut angka terbaru pemerintah dari tahun 2014, 41,8 persen penduduk hidup di bawah garis kemiskinan $ 1,52 per hari.

Pemerintah saat ini, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mari Alkatiri, juga menghadapi tekanan yang meningkat untuk menciptakan pekerjaan baru dengan 60 persen penduduknya berusia di bawah 25 tahun.

“Kami mengubah undang-undang kami pada tahun 2009 untuk memungkinkan perubahan yang lebih besar pada portofolio ekonomi kami. Kami sekarang memiliki lebih dari 1.000 investasi di seluruh dunia,” kata Ramos-Horta.

“Kami memiliki ratusan orang yang belajar untuk jenjang master mereka di luar negeri. Pada saat yang sama, kami berinvestasi dengan bijak. Kami hidup dari investasi ini.

Baca Juga: Untuk Menyokong PSBB Jakarta, Luhut Singgung Restoran dan Kafe di Wilayah Bodebek

Saat saya mengatakan Dubai, saya sedang melamun. Lupakan Dubai. Saya akan senang jika Timor Leste bisa mencapai ketinggian di Fiji,” lanjut Ramos Horta.

“Kami bisa melakukan jauh lebih baik,” kata Ramos-Horta ketika didesak tentang masa depan ekonomi baru Timor Leste.

“Tapi kita tidak bisa melakukan keajaiban,” lanjutnya.

3 tahun berlalu sejak Ramos Horta banggakan mimpinya jadikan Timor Leste sebagai Dubai kedua, kini bekas Provinsi ke 27 Indonesia itu justru masuk dalam jurang kemiskinan.

PBB bahkan sampai memasukan Timor Leste dalam daftar Indeks Kemiskinan Multidimensi Global (MPI) 2020.

Baca Juga: Covid-19 Meninggi di Pasar, Menurut Hasil Survey 85 Persen Tak Mafhum Cara Cegah Covid-19

Timor Leste berada pada urutan ke-152 dari 162 negara termiskin di dunia.

Survey MPI 2020 pun menunjukkan bahwa Timor Leste memiliki nilai kemiskinan sebanyak 0,210 atau 45,8 persen.

Berdasarkan survey tahunan pada 2019, terdapat 559.000 orang yang berada di bawah kemiskinan atau 45,7 persen.

Jumlah tersebut lebih banyak dibanding tahun 2018 yakni sebanyak 581.000 orang.

Jauh sebelum daftar ini dikeluarkan oleh PBB, Timor Leste sudah lebih dulu diprediksi bakal bangkrut.

Baca Juga: Mutasi Baru Virus Corona Lebih Pintar Beradaptasi Meski Dihalangi Masker, Ini Kata Peneliti

Timor Leste yang merupakan negara termuda di Asia Tenggara ini sangat bergantung pada sektor energinya yang menyusut, yang menyumbang 78 persen dari anggaran negara 2017.

Ladang minyak dan gas utama negara itu, proyek Bayu-Undan yang dioperasikan oleh ConocoPhillips, menyediakan sekitar $ 20 miliar untuk dana minyak bumi selama 10 tahun terakhir, tetapi diperkirakan akan berhenti berproduksi pada tahun 2022.

Para peneliti di lembaga pemikir yang berbasis di Dili, La'o Hamutuk mengatakan kecuali sumber pendapatan baru ditemukan, negara itu bisa bangkrut pada awal 2027.

Lebih dari 21 tahun berpisah dari Indonesia, negara ini digembar-gemborkan ingin kembali merapat ke Indonesia.

Baca Juga: Selama Vaksin Belum Dinyatakan Berhasil, Satgas Covid-19 Imbau Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan

Bahkan beberapa waktu lalu Timor Leste menjadi trending topik di jagad Twitter.

Namun melansir Portal Jember, Kominfo langsung membantah kabar viral yang menyebut Timor Leste ingin kembali ke Indonesia.

Kominfo memberikan pernyataan di situs resminya bahwa kabar tersebut adalah hoaks.***(Hani Affifah/Zona Jakarta)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler