Rekonstruksi Terbuka pada Penembakan 6 Laskar FPI Diapresiasi Oleh Kompolnas

17 Desember 2020, 16:16 WIB
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin, 14 Desember 2020. /ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/

PR CIANJUR - Rekonstruksi yang digelar oleh pihak kepolisian pada kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) disoroti berbagai pihak.

Pada rekonstruksi yang digelar secara terbuka tersebut, sejumlah pihak menyebut hal tersebut tak seharusnya ditangani pihak kepolisian.

Seperti tanggapan dari Sekretaris Umum FPI Munarman menyebut polisi tak seharusnya menangani kasus penembakan enam anggota laskarnya.

Baca Juga: Berikut Ini Daftar Bandara yang Sediakan Rapid Test Antigen dan PCR untuk Syarat Terbang Penumpang

Menurut Munarman, penembakan enam laskar FPI merupakan pelanggaran HAM berat yang harus ditangani oleh Komnas HAM.

Namun, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) justru berpendapat kalau polisi harus menangani masalah ini.

Hal tersebut juga termasuk menggelar rekonstruksi penembakan enam laskar FPI.

Munarman mengatakan kasus penembakan enam laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek bisa dihentikan karena hukum sesuai pasal 77 KUHP.

Baca Juga: Jokowi Berikan Santunan Kepada Korban Terorisme, Pendampingan Psikologis Sudah Diberikan Sejak 2018

"Sebuah proses penuntutan yang berhulu dari penyelidikan dan penyidikan itu tidak boleh dilakukan kalau tersangkanya sudah meninggal," tutur dia dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Najwa Shihab pada Kamis 17 Desember 2020.

"Ini jadi pertanyaan besar, siapa tersangkanya? Yang enam? Yang enam sudah meninggal," kata Munarman tegas, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel 'Kompolnas Apresiasi Langkah Polisi Buka-bukaan saat Gelar Rekonstruksi Penembakan 6 Laskar FPI'.

Menurutnya, langkah polisi menangani kasus penembakan dengan menjadikan keenam korban sebagai tersangka telah melanggar norma hukum.

Sementara itu, Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto masih berhak penyelidiki kasus tersebut karena masih belum jelas.

Baca Juga: Kabar Gembira, Guru Madrasah Segera Cek Akun Simpatika Kemenag Untuk Pencairan BSU Tahun 2020

"Polisi menginformasikan masih ada empat yang buron. Soal empat buron, silakan tanyakan kepada polisi karena itu bukan kewenangannya kami kompolnas," kata dia.

Dengan situasi yang cukup rumit, rekonstruksi dinilai sebagai jalan tengah untuk mencari titik terang dalam kasus penembakan enam laskar FPI.

"Dari situ, kami melihat rekonstruksi ini menjadi wajib dilakukan agar menjadi semakin terang," kata dia.

"Sementara kita lihat pihak lain, Komnas HAM juga melakukan penyelidikan, kemudian nanti ada rekomendasi," tutur Wahyu.

Baca Juga: Penyaluran BSU Masih Terhambat Data, Menaker Ida Fauziyah: Memang Belum Mencapai 100 Persen

Ia menyatakan kompolnas akan menggabungkan investigasi dari beberapa pihak untuk melihat kasus ini dengan lebih jelas.

"Apa yang kami lihat, nanti akan digabungkan dengan apa temuan-temuan Komnas HAM dan temuan lainnya akan membuat semakin jelas," ujarnya.

Wahyu berpendapat, polisi melakukan penyelidikan karena merasa banyak hal yang kabur dan harus dibuat lebih terang.

"Kalau itu enggak dilakukan, ditutup semua seolah-olah persoalannya enggak ada," kata dia.

Baca Juga: Kementerian Perindustrian Sedang Susun SNI Produk Refraktori, Upaya Melindungi Konsumen Dalam Negeri

Oleh karena itu, Kompolnas mengapresiasi sikap polisi yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi media untuk meliput penyelidikan kasus tersebut.

"Kami mengapresiasi ada keinginan untuk semuanya terbuka. Tentu saja, terbuka bukan berarti semuanya telanjang," ujar Wahyu.

Keterbukaan polisi dianggap patut untuk diapresiasi sehingga banyak orang, termasuk Munarman yang bisa melihat kejanggalan-kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus tersebut.

"Dengan terbuka semua jadi kelihatan. Tadi pak Munarman bilang, 'Ada yang janggal', justru itu menarik karena yang janggal itu akan diuji di pengadilan." ucapnya.***(Mahbub Ridhoo Maula/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler