Pola Penerbitan Regulasi Omnibus Law Pada Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Disebut Fadli Zon Perusakan Hukum

20 Oktober 2020, 22:18 WIB
Fadli Zon yang baru saja mencetak RUU RI tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). /Tangkapan Layar YouTube/ Fadli Zon Official

PR CIANJUR - Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin telah berjalan satu tahun pada Selasa, 20 Oktober 2020.

Menurut politisi Gerindra, Fadli Zon, kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf selama setahun ini banyak sekali kemunduran.

"Kalau diminta menilai perjalanan setahun terakhir, apalagi enam tahun terakhir, tanpa bermaksud melebih-lebihkan, cukup jelas saya melihat ada banyak sekali kemunduran yg telah kita alami," cuitnya pada akun sosial media Twitter @fadlizon, Selasa 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Fadli Zon: Tanpa Bermaksud Melebih-lebihkan, Banyak Sekali Kemunduran

Jika dihitung dengan periode pertama Jokowi menjabat, artinya, mantan Wali Kota Solo ini sudah menjabat selama 6 tahun.

Menurutnya kerusakan tatanan hukum di era pemerintahan sekarang ini sangat kasat mata.

"Dulu, di periode pertama, kita pernah disuguhi 16 paket kebijakan hukum dan ekonomi.

Kini, di tahun pertama periode kedua, kita disuguhi omnibus law Cipta Kerja, satu undang-undang sapujagat yg langsung memangkas 79 undang-undang lainnya di berbagai sektor yg berlainan," tulisnya seperti dilihat Pikiran Rakyat Cianjur Selasa malam.

Baca Juga: Oknum Guru di Kalimantan Jual 51 Android Milik Sekolah, Uangnya Dipakai ke Jakarta untuk Foya-foya

Fadli Zon menyebut jika penerbitan regulasi Omnibus Law bukanlah bentuk terobosan hukum.

"Sy melihat pola penerbitan regulasi semacam itu bukanlah bentuk terobosan hukum, melainkan bentuk perusakan hukum. Sejauh yg bisa saya pelajari, omnibus law di negara lain paling banyak mengubah 10 undang-undang.

 

Tapi, kebanyakan kurang dari itu. Itupun, ini perlu digarisbawahi, sebagian besar proses perumusan omnibus law umumnya hanya mencakup satu isu atau bidang saja, bukan menerabas berbagai bidang secara semena-mena," katanya.

Seperti halnya 16 paket kebijakan yang pernah diluncurkan pada periode pertama lalu.

Baca Juga: Isu Ahok jadi Presiden RI, Pengamat: Tidak Bisa Karena Alasan Hukum

Fadli mencontohkan misalnya telah menarik kembali sejumlah kewenangan daerah kepada pusat, maka melalui Omnibus Law ini kian sempurnalah sentralisasi kekuasaan yg ada di tangan Presiden.

"Ya, saya tak melihat kebijakan omnibus law ini sebentuk kebijakan deregulasi. Sama sekali tidak.

Deregulasi adlh kebijakan yg dimaksudkan untuk memberi keleluasan pada mekanisme pasar. Tapi omnibus law yg kemarin disahkan, dan juga paket-paket kebijakan ekonomi yg jumlahnya tak masuk akal dulu, tidak tepat disebut deregulasi," ungkap Fadli.

Fadli menyebut, yang tepat adalah semua kebijakan itu merupakan bentuk konsolidasi kekuasaan di tangan Presiden.

Baca Juga: Ada 3 RUU Omnibus Law Lainnya yang Menunggu Disahkan, Tertutup Riuhnya Penolakan UU Cipta Kerja

"Tak heran, banyak investor asing bahkan memprotes beleid baru tersebut," tuturnya.

Sebab menurutnya undang-undang itu telah membuka banyak sekali front konflik. Sementara, investor yg sesungguhnya biasanya tak suka konflik, para investor butuh stabilitas dan kepastian hukum.

"Alih-alih menciptakan kepastian dan stabilitas, omnibus law sudah terbukti hanya akan melahirkan konflik dan instabilitas saja. Dampak kerusakannya sangat besar sekali. Bahkan sejumlah pihak menganjurkan pembangkangan sipil," imbuh Fadli.***

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler