Mardani Ali Sera: Polisi Itu Alat Negara, Tak Boleh Dukung yang Pro Atau Kontra UU Cipta Kerja

22 Oktober 2020, 11:02 WIB
Polisi memakaikan masker saat aksi unjuk rasa di Gedung Grahadi, Surabaya, Selasa (20/10/2020). /

PR CIANJUR - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyebut pihak kepolisian tidak netral dalam menanggapi demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Menurutnya, hal tersebut tidak baik karena keberpihakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah politik praktis, sedangkan kepolisian adalah alat negara.

Demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja masih terus berlangsung meski sejumlah aktivis yang dituding menghasut telah diringkus pihak kepolisian.

Baca Juga: Bima Arya Temui Demonstran Penolak UU Cipta Kerja di Balai Kota Bogor: Patut Diperjuangkan

"Di media jelas, petinggi Polri mengatakan, 'Awasi, Intai mereka-mereka yang anti Omnibus Law'," tutur Mardani dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Najwa Shihab.

"Omnibus Law itu politik praktis. Polisi itu alat negara. Polisi itu enggak boleh mendukung yang pro atau yang kontra," jelasnya.

"Tugas polisi menegakkan peraturan, disiplin, dan tata order. Ini menunjukkan betapa pak Jokowi berdiam diri. Seorang pemimpin yang berdiam diri, tidak layak untuk memimpin," imbuh anggota Komisi II DPR RI itu.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima tidak setuju dengan ucapan Mardani karena ia melihat kritikan jelas-jelas diberi ruang yang begitu luas.

Baca Juga: Biaya Perawatan 1 Orang Pasien Covid-19 Diklaim Bupati Garut Bisa Mencapai Rp90 Juta

"Suara kritis pada pemerintah saya melihat, justru diberi ruang yang begitu luas pada setiap lembaga demokrasi termasuk di ruang publik," ujarnya.

Menurut Ketua Komisi VI DPR RI itu, meminta publik membedakan kritikan dan intrik politik.

"Kalau intrik yang kemudian menghasut, yang kecenderungan destruktif dan berdampak pada tindakan-tindakan anarki, itu murni hal-hal yang bersifat hukum," paparnya.

Aria Bima menolak kalau pemerintah dikatakan berlebihan menanggapi kritikan dari berbagai pihak.

Baca Juga: Sebut Ada Perubahan Dari Sosok Jokowi, Mardani Ali: Lebih Mementingkan Efisiensi serta Efektivitas

"Semua dalam konteks hal yang menyangkut tindakan hukum, bahwa kebetulan mereka adalah kelompok yang kritis," ujar Bima.

Mardani masih belum bisa menerimanya karena dianggap pemerintah berlebihan saat memperlakukan aktivis yang ditangkap gara-gara hoaks.

Ia menilai tak seharusnya para tersangka Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) diborgol dan dipakaikan baju tahanan karena tindakan hukum yang dilakukan bukan kejahatan besar.

"Ini masalah hak asasi. Ini masalah bagaimana kita membuat bermartabat dalam bernegara," tegas Mardani.

Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari pun setuju dengan pendapat Mardani, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel "Sebut Polisi Dukung Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mardani Ali Sera: Itu Politik Praktis, Tidak Boleh!".

Baca Juga: Indikator Politik Sebut Kualitas Demokrasi Menurun, Pemimpin Indonesia Lebih Suka Pakai Palu

"Soal pengkritik harus diborgol, tidak benar itu kalau kemudian para pengkritisi itu diborgol hanya demi kepentingan untuk mengatakan kalau mereka pelaku hoaks," ujar Feri.

"Hoaks itu bukan kejahatan besar, koruptor saja tidak diperlakukan seperti itu," tegasnya.

Menurut Feri, perlakuan tersebut bermula dari ketakutan rezim pemerintah terhadap 'penyampai suara-suara kebenaran'.

"Tadi kan dikatakan bahwa 'Ini fitnah, ini hoaks, dan segala macam'. Saya pikir ndak benar negara takut dengan itu. Kalau negara punya kebenaran sendiri, sampaikan oleh istana," kata dia.

Baca Juga: Pihak Mat Solar Kecewa pada Putusan Hakim Soal Sengketa Tanah, Lawannya Lepas dari Tuntutan Hukum

"Sejauh ini yang dituduh itu adalah pembubaran mahasiswa aksi karena mereka melempari, siapa yang melakukan pelemparan? Mahasiswakah? Atau yang lain? Tidak tersampaikan oleh negara," pungkasnya.***(Mahbub Ridhoo Maulaa/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler