Pencopotan Jabatan Gatot Nurmantyo Bukan Karena Seruan Nonton G30S/PKI, TB Hasanuddin Buka Suara

- 24 September 2020, 20:40 WIB
Mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo.
Mantan Panglima TNI Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo. /Antara./

PR CIANJUR - Terkait alasan pencopotan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, mayor Jenderal TNI (purn) Tubagus Hasanuddin buka-bukaan.

Gatot Nurmantyo dicopot sebagai panglima TNI pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo. Selain itu ia pun pernah menjabat sebagai ajudan presiden B.J Habibie.

Berdasarkan kabar yang beredar, sang jenderal diberhentikan akibat membuat gerakan atau seruan menonton bersama film Gerakan 30 September atau G-30-S/PKI.

Baca Juga: Pil KB Minim Efek Samping dari DKT Indonesia, Anti-Jerawat, Haid Teratur dan Berat Badan Tidak Naik

Namun Tb Hasanuddin berdalih bahwa pencopotan jabatan Gatot Nurmantyo tak berhubungan dengan ajakan menonton film G-30-S/PKI seperti yang diceritakan.

Sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com pada artikel sindikasi Warta Ekonomi dari Viva, Gatot saat itu diberhentikan murni karena telah memasuki masa pensiun sebagai prajurit TNI.

"Tak ada hubungannya sama sekali. Yang bersangkutan (Gatot Nurmantyo) memang sudah mendekati selesai masa jabatannya dan akan segera memasuki masa pensiun," kata Hasanuddin kepada wartawan pada Kamis, 24 September 2020.

Baca Juga: Fakta Menyeramkan Mutilasi Kalibata City, Tidur Bersama Jasad Korban Sampai Disimpan Dalam Kulkas

Gatot, katanya, menjabat panglima TNI pada 8 Juli 2015 dan pergantian panglima TNI dilakukan pada 8 Desember 2017. Jika dilihat dari tahun kelahiran Gatot, yakni 13 Maret 1960, sang jenderal mestinya pensiun pada 1 April 2018.

"Kalau dihitung setelah selesai melaksanakan jabatan jadi panglima TNI, masih ada sisa waktu tiga bulan sampai dengan akhir Maret, tapi itu hal yang lumrah. Tidak harus lepas jabatan itu tepat pada masa pensiun; banyak perwira tinggi sebelum pensiun sudah mengakhiri jabatannya," ujar Hasanuddin yang juga anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP.

Menurutnya, jika mengacu Pasal 13 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, ayat (1) TNI dipimpin oleh seorang panglima.

Kemudian pada ayat (2) berbunyi Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah persetujuan DPR.

Baca Juga: Angka Positif Covid-19 Terus meningkat, PSBB Ketat DKI Jakarta Diperpanjang Hingga 11 Oktober 2020

Dengan begitu, pengangkatan Jenderal Gatot Nurmantyo dilakukan atas persetujuan DPR.

Begitu juga pemberhentian Gatot tidak hanya atas keputusan Presiden, tetapi juga atas persetujuan DPR.

DPR ketika itu, Hasanuddin mengingatkan, telah menyepakati untuk memberhentikan Gatot dan mengangkat panglima baru TNI. Seluruh fraksi di DPR aklamasi setuju memberhentikan Gatot Nurmantyo.

Baca Juga: Sudah Bentuk Panitia Seleksi, Jokowi Akan Menyulih Jajaran Direksi BPJS Ketenagakerjaan

"Jadi, tak ada permasalahan yang harus diramaikan, pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden dan hal yang biasa. Tak ada hubungannya dengan nobar film G-30-S/PKI, jadi jangan melebar ke mana-mana. Jabatan itu tak ada yang abadi, pada suatu saat ada akhirnya," ujar Hasanuddin.***(Puri Mei Setyaningrum/WARTAEKONOMI.com)

Disclaimer: Artikel ini merupakan hasil kerja sama dengan Warta Ekonomi. Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.

 

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat Warta Ekonomi Viva


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x