Paparan Sejarah G30S PKI dari Kacamata Fadli Zon: Penumpasan PKI Tidak Tuntas

- 30 September 2020, 12:24 WIB
Fadli Zon.
Fadli Zon. /Tangkapan layar Instagram @fadlizon.

PR CIANJUR - Sejarah terkait Gerakan 30 September sebagai salah satu peristiwa besar bagi bangsa Indonesia dipaparkan Politisi Partai Gerindra, Fadli Zon.

Paparan dari Fadli Zon disampaikan dalam akun Youtube Indonesia Lawyers Club pada Selasa 29 September 2020 seperti dikutip Pikiran-Rakyat.com.

Fadli menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada kontroversi terkait Gerakan 30 September (G30S) tersebut.

Baca Juga: Soal Isu Kemunculan PKI, Pesan Putra DN Aidit ke KAMI: Kalau Mau Nyapres Ikut Pemilu 2024 Saja

Sebab Menurut Fadli Zon, Partai Komunis Indonesia (PKI) jelas ingin melakukan kudeta selama dua kali yakni di tahun 1958 dan 1965.

"Apalagi sudah ada TAP MPRS No 25 Tahun 66 dan ada juga Undang-Undang nomor 27 Tahun 1999 yang jelas-jelas di situ mengatakan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) dibubarkan karena ingin merobohkan negara Republik Indonesia jadi sebetulnya tidak ada kontroversi," ujarnya.

Fadli Zon menyatakan, mengetahui sejarah secara benar merupakan hal yang termasuk penting agar tak diarahkan pada pernyataan salah.

Baca Juga: Terkait Video Oknum ASN Karaoke di Kantor Kelurahan, Camat Bandung Kulon: Ini di Luar Jam Kerja

"Inilah pentingnya kita mengerti sejarah supaya tidak terbalik-balik. Undang-Undang PMA itu produk dari pemerintahan Soeharto, itu salah besar yang menandatangani Undang-Undang nomor 1 Penanaman Modal Asing itu adalah Presiden Soekarno tanggal 10 Januari tahun 1967," tambahnya.

Dalam rangka menyelami sejarah terkait Gerakan 30 September, Fadli Zon pun membuat beberapa buku yang salah satunya berjudul 'Kesaksian Korban Kekejaman PKI 1948'.

Menurutnya, PKI merupakan pihak yang menusuk bangsa Indonesia dari belakang untuk melakukan kudeta di tengah agresi militer Belanda II.

Baca Juga: Meningkatnya Kasus Covid-19 di Tasikmalaya, Pemkot Berlakukan Jam Malam Bagi Warga

"Kami bersama-sama mewawancarai tokoh PKI tahun 1948 dan jelas di situ PKI 1948 itu berkolaborasi dengan Belanda menusuk kita dari belakang. Ketika kita bersiap-siap menghadapi agresi militer Belanda yang kedua, yang kita sudah antisipasi waktu itu, tiba-tiba 18 September tentu dimulai dengan kerusuhan dideklarasikanlah Soviet Madiun dan dimulai deklarasinya Musso," tambahnya.

Fadli pun mengatakan bahwa PKI akan selalu 'penasaran' sebab tidak ikut terlibat dalam kemerdekaan Republik Indonesia, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya dalam artikel "Fadli Zon Soal G30S PKI: Bawa Bukti Kuat, Penumpasan yang Tak Tuntas, hingga Bahas Soeharto".

"Jadi memang PKI ini penasaran sebenarnya karena PKI kalau kita lihat sejarah tidak ikut terlibat dalam kemerdekaan proklamasi Republik Indonesia, yang terlibat adalah tokoh-tokoh nasionalis dan Islam. PKI waktu itu ilegal, tidak ikut terlibat," ujar Fadli.

Baca Juga: Sampai Dengan 30 September 2020 Update Virus Corona Dunia Sudah Sentuh Angka 34 Juta Kasus Positif

Tujuan kedatangan Musso saat itu juga bertujuan untuk mengoreksi revolusi bangsa Indonesia yang dinilai gagal oleh PKI.

"Makanya mereka penasaran di awal-awal dulu PKI mengatakan proklamasi 1945 itu adalah revolusi yang gagal, revolusi borjuis mereka mau mengoreksi itu maka datanglah Musso dari Moskow mau mengoreksi dan membuat sebuah manifesto, jalan baru untuk Republik Indonesia," ujarnya.

Dalam kesempatannya, Fadli sempat menyanggah bahwa ideologi PKI bukan Pancasila seperti yang sebelumnya disebutkan oleh anak pertama dari Presiden Soekarno, Sukmawati Soekarno Putri.

Baca Juga: Mengeluh Soal Pendapatan yang Turun, Ini Jawaban Jokowi Kepada Pelaku UKM

"Dia mengecam Bung Karno, mengecam Bung Hatta dan jelas-jelas di situ ibu Sukma mengatakan ideologi dari PKI itu adalah marxisme leninisme, bukan Pancasila," ujarnya.

Datanya Musso ke Indonesia membuat Soekarno membuat pidato yang meminta rakyat memilih antara dirinya atau Musso.

"Kalau kita lihat di situ Soekarno-Hatta langsung membuat sebuah pidato. Bung Karno hebat sekali waktu itu, Bung Karno mengatakan ini adalah gerakan untuk kudeta mengambil alih Republik dan pilih Soekarno Hatta atau pilih Musso," tambahnya.

Pada Gerakan 30 September, kebanyakan korban adalah para tokoh kyai Nahdatul Ulama.

Baca Juga: Sebanyak 1.000 Angkot Dilengkapi AC Akan Beroperasi di Kota Depok

"Dan dibuang ditaro di lubang buaya di sumur-sumur. Sumur Soco 1, sumur Soco 2. Itu ratusan orang yang ada di situ dan belum yang dibantai," ujar Fadli.

Namun karena bangsa Indonesia tengah menghadapi agresi militer Belanda II maka 'penumpasan' anggota PKI diketahui tak tuntas sehingga dinilai masih berlanjut hingga kini.

"Suasananya memang revolusioner dibuat, jadi menusuk dari belakang saat kita akan menghadapi agresi militer Belanda II. Akhirnya kemudian karena ini adalah sebuah kudeta dan kemudian kita menghadapi agresi militer Belanda tentu tidak tuntas penumpasannya (PKI)," ujar Fadli.

Fadli Zon kemudian menyertakan bukti lain bahwa PKI melakukan kudeta pada tahun 1965, yakni melalui media Harian Rakyat yang terbit pada 2 Oktober.

Baca Juga: Riset Global Nyatakan Risiko Covid-19 Pada Obesitas, Begini Penjelasannya

"Di dalam Harian Rakyat 2 Oktober, ini tidak bisa terbantahkan Harian Rakyat ini punya PKI yang memimpin adalah Nyoto. Ini koran resmi PKI 2 Oktober," ujarnya.

Dalam media tersebut, editorialnya menulis bahwa 'rakyat yang sadar akan politik dan tugas-tugas revolusi meyakini akan benarnya tindakan yang dilakukan oleh Gerakan 30 September untuk menyelamatkan revolusi dan rakyat'.

Terdapat karikatur pada koran tersebut menampilkan para jenderal yang saat itu tewas terbunuh.

Baca Juga: Sejarah Singkat Hingga Fakta-fakta Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020

"Kemudian di karikaturnya ini ada Minggu, Senin, Selasa sampai Sabtu ini hari Kamis, Jumat 30 September dan 1 Oktober jelas-jelas di situ ada tangan Gerakan 30 September tulisannya, kemudian yang dihajar ini adalah para jenderal," tambahnya.

Tulisan dalam karikatur adalah 'Letkol Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa menyelamatkan Presiden RI kup dari Dewan Jenderal'.

"PKI adalah pelaku kudeta, tidak ada versi lagi apalagi Bu Sukma tadi sangat berbahaya mengatakan Pak Soeharto ikut terlibat," ujar Fadli.

Pada tahun 2007, ia sempat melakukan wawancara dengan Presiden kedua, Soeharto terkait peristiwa itu.

Baca Juga: Mahfud MD Soal Film G30S/PKI: Pemerintah Tak Peduli Mau Dipotong atau Tidak

"Waktu itu saya tanya apa betul waktu itu kolonel Latif melaporkan kepada Pak Harto akan adanya kup dari dewan jenderal. Pak Harto waktu itu dalam kondisi sakit terbata-bata mengatakan 'tidak ada itu'," ujarnya.

Kembali, Fadli Zon menegaskan bahwa ideologi komunisme merupakan suatu paham yang sangat ganas.

"Ini memang komunisme adalah suatu ideologisme yang sangat ganas dan kejam. Jangan sampai terjadi lagi," pungkasnya.***(Farida Al-Qodariah/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah