Pada 2.643 Demonstran yang Ditangkap di 10 Daerah, PBHI Temukan Penyiksaan hingga Ditelanjangi

- 12 Oktober 2020, 18:05 WIB
Ilustrasi kekerasan.
Ilustrasi kekerasan. /

PR CIANJUR - Selama aksi penolakan RUU Cipta kerja, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) membuka posko pengaduan dan melakukan pemantauan yang dilakukan oleh PBHI wilayah Jakarta, Jogja, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung.

PBHI menemukan sejumlah pelanggaran ‎hak asasi manusia yang dilakukan aparat kepolisian saat melakukan pengamanan aksi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-undang (UU) belum lama ini.

PBHI mencatat terjadinya penangkapan dan penahanan sewenang-wenang terhadap sekitar 2.643 orang di 10 wilayah Indonesia dalam aksi penolakan itu.

Baca Juga: Pembangunan Talud di Jalan TMMD Reguler Brebes Masih Mengandalkan Angkong

‎"Selama proses gerakan masyarakat, PBHI menemukan dan mengidentifikasi berbagai pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat kepolisian yang melakukan pengamanan aksi penolakan RUU Cipta Kerja," kata Julius Ibrani, perwakilan dari PBHI dalam keterangan tertulis, Senin 12 Oktober 2020.

Beberapa pelanggaran tersebut,yakni Korps Bhayangkara melakukan larangan aksi serta sweeping sebelum aksi dimulai.

Polisi juga melakukan tindakan brutal dan represif selama unjuk rasa berlangsung ‎seperti kekerasan verbal, pemukulan, pengeroyokan, menembakkan gas air mata ke arah kaki atau tubuh massa aksi.

Baca Juga: Demo Penolakan UU Cipta Kerja Berlangsung Ricuh, Ketua KAMI Medan Ditangkap Polisi

Tak hanya itu, terjadi penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (arbitrary arrest and detention) sekurangnya kepada 2.643 orang yang tersebar di 10 wilayah di Indonesia.

Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya dalam artikel "PBHI: 2.643 Demonstran Ditangkap di 10 Daerah, Ditemukan Ada Penyiksaan, Dipukul hingga Ditelanjangi". Menurut Julius mereka yang ditangkap teridentifikasi sebagai massa aksi atau pengunjuk rasa/demonstran.

Rinciannya, Jawa Barat sebanyak 221 orang, Sulawesi Selaran (250 orang), Lampung (242 orang), Kalimantan Barat (32 orang), Jawa Tengah (260 orang), Jakarta (1000 orang), Sumatera Barat (251 orang), Jogja (146 orang), Sumatera Utara (241 orang).

Baca Juga: Kena Tipu Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 11, Warga Kuningan Ini Bagikan Ceritanya

"Korban dari massa aksi juga terdapat anak yang belum dewasa, misalnya di Sumatera Barat, sekitar 83 pelajar.

Jumlah ini terus meningkat seiring dengan pengaduan yang diterima hingga hari ini," tutur Julius.

PBHI juga mendapati praktik penyiksaan (torture) kepada massa aksi atau para pendemo yang ditangkap dan ditahan, dengan cara menelanjangi dan memukul.

Selain itu, ada juga upaya menghalangi akses layanan bantuan hukum dari PBHI kepada massa aksi yang ditangkap dan ditahan.

Baca Juga: Sosok Viral Orasi Pancasalah Merasa Risih, Sasa: Saya sudah tahu konsekuensinya

Di sisi lain, ‎ tindakan represif juga dilakukan dengan melakukan tes Covid-19 secara paksa tanpa konsensus dan tanpa dasar hukum.

Misalnya terhadap 21 orang di Sumatera Utara, dan sekitar 201 orang di Jawa Barat. Padahal, mereka justru mengumpulkan massa aksi yang ditangkap dan ditahan tanpa mematuhi protokol Covid-19 karena tidak diberi masker dan tidak ada jaga jarak fisik.

Atas berbagai tindakan yang dilakukan dalam proses pengamanan pada aksi menolak RUU Cipta Kerja, PBHI menyatakan ti‎ndakan aparat kepolisian telah melanggar hukum dan HAM.

Baca Juga: Reaksi KSBSI Terhadap UU Cipta Kerja, Akan Demo 5 Hari di Depan Istana Negara, Berikut Tuntutannya

Pelanggaran tersebut ‎berupa hak atas Kebebasan Berpendapat sebagaimana dijamin Konstitusi UUD 1945, UU No. 39/1999 tentang HAM, dan UU 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Peraturan Kapolri (Perkap) No. 9/2008 tentang Tata Cara Penyelengaraan Pelayanan, Pengamanan, Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, UU No. 23/200 tentang Perlindungan Anak, UU No. 11/2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Perkap No. 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM, serta Hukum Acara Pidana dalam KUHAP.

PBHI juga mendesak‎ P‎residen RI, Komnas HAM, KPAI, dan Ombudsman, agar segera mengusut tuntas seluruh pelanggaran hukum dan hak asasi manusia serta administrasi serta prosedur atas penanganan aksi oleh kepolisian.

Tak hanya itu, presiden dan Kapolri diminta membuka akses layanan bantuan hukum kepada seluruh massa aksi yang ditangkap dan ditahan, sebagaimana mandat Konstitusi UUD 1945 dan UU No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum.***(Bambang Arifianto/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini