Ingin Taklukan Pasar Digital? Hermawan Kartajaya : Cermati 5 Tren Pemasaran Ini

- 1 April 2022, 14:12 WIB
Hermawan Kartajaya
Hermawan Kartajaya /Dok. MarkPlus, Inc./

JENDELA CIANJUR - Pemasaran digital menjadi tren yang kian menguat saat ini. Mau tidak mau, suka tidak suka, usaha kecil menengah (UKM) hingga perusahaan besar harus masuk ke zona ini jika ingin menjadi pemenang.

Tak heran jika sejak pandemi Covid-19, hampir semua sektor usaha terjun ke ranah digital untuk menangkap peluang pemasaran yang tumbuh sangat pesat.

Akibatnya, bisa dipastikan, persaingan semakin ketat, hingga diperlukan berbagai terobosan untuk bisa memenangkan persaingan.

Baca Juga: Terungkap! Ini Kondisi Terbaru Marc Marquez Pasca Kecelakaan di Mandalika

Begawan pemasaran yang dikenal atas kepiawaiannya dalam bidang pemasaran sekaligus penulis buku Trilogi Marketing X.0 Series, Hermawan Kartajaya, mengatakan, diperlukan kejelian untuk menilik gambaran peta persaingan digital.

Dengan demikian, pelaku usaha bisa menyusun strategi jitu untuk menghadapi kompetitor, guna mempertahankan posisi di ruang digital yang jadi benchmark bagi perusahaan di waktu mendatang.

Untuk itu, menurut dia, pelaku usaha harus mencermati fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar, khususnya trend pemasaran digital.

Baca Juga: Sore Ini Kemenag Gelar Sidang Isbat Tentukan 1 Ramadan 1443 Hijriah

Pada kuartal pertama tahun ini ada banyak fenomena yang terjadi, seperti relaksasi regulasi pemerintah yang sangat ketat pada masa pandemi, perkembangan womenpreneurs, juga suksesnya MotoGP di Mandalika.

Selain itu juga investigasi jatuhnya pesawat Boeing, metaverse, hingga peranan Gen-Z yang saat ini mendominasi berbagai lini sosial media.

Seluruh fenomena ini sangat berpengaruh terhadap peta pemasaran digital dan dijahit oleh Hermawan menjadi 5 tren yang disebutnya sebagai The 5
Emerging Trends of 2022.

Baca Juga: Abdul Aziz Kecewa Hasil Persib Bandung-Barito Putera: Ini Bukan yang Kami Harapkan! 

1. Blockchain Technology: The Rise of NFT

Dilansir dari Blockchainmedia.id, pada tahun 2018, industri NFT mencapai volume
perdagangan 41 juta USD, volume tersebut meroket hingga 2,5 miliar dolar AS di tahun 2021.

Tidak terkecuali dari kalangan selebriti, deretan penyanyi hingga artis seperti Syahrini, Lesty Kejora, Anang Hermansyah, dan masih banyak lagi berlomba-lomba meluncurkan NFT tahun ini. 

Output-nya pun mengesankan, terjual habis di waktu yang cenderung singkat.

Baca Juga: Sehari Lagi Mau Puasa, Jangan Lupa Ziarah Kubur, Ini Doa dan Tata Caranya Langkah!

Pada tren metaverse, beberapa proyek akan berprestasi dibanding lainnya.

Sejalan dengan kondisi pasar yang semakin jenuh, investor, creator, dan pengguna akan beralih ke dunia metaverse dengan popularitas tertinggi, yang menawarkan berbagai kemudahan untuk menikmati experience dari rumah.

Terus meningkatnya tren metaverse menuntut pemain industri untuk agile, mendalami apa sebenarnya metaverse dan apa manfaatnya bagi perusahaan.

Baca Juga: 5 Hal yang Membuat Pachinko Booming di Berbagai Belahan Dunia, No. 3 Berani Tampil Beda

Andes Rizky, selaku Founder Shinta VR Indonesia, pada masa preparing to metaverse ini sudah sangat banyak perusahaan yang mengikuti.

“Yang diinginkan dari metaverse adalah aktualisasi diri, kebebasan mengekspresikan diri, desentralisasi, breaking boundaries, make life easier, dan keamanan,” kata Andes.

Saat ini, pasar paling besar dalam metaverse didominasi oleh software atau gaming platform, services, dan advertisement.

Baca Juga: Akun Twitter BTS Di-Hack! Ini Dia Pelakunya, Kebingungan Karena Ulahnya : Aku Tidak Tahu!

"Ini menampakkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan interkoneksi akan menjadi market yang besar”, tambah Andes dalam HK Webseries 3 "Getting Into The New Digital Competition, yang digelar MarkPlus, Inc. Kamis, 31 Maret 2021.

Sinta VR Indonesia adalah perusahaan B2B penyedia layanan konten dan software VR (Virtual Reality) yang sedang menjalankan proyek terbaru metaverse bersama RANS Entertainment yang dijuluki RansVerse.

Baca Juga: 5 Bulan Hiatus, Begini Gantengnya Kim Seon Ho pada Kemunculan Pertamanya di Depan Publik

2. G20 Priority Issues: Health, Digital, dan Sustainable Energy

Pelaksanaan KTT G20 Oktober tahun ini di Bali menjadi target khususnya bagi sektor
pemerintah untuk mampu memulihkan sektor kesehatan, mengembangkan digitalisasi, dan tak lupa sustainable energy.

Bagi Hermawan, tiga fakta ini mampu menjadi strategi dan terobosan bagi entrepreneur agar dilirik pemerintah.

“Kalau kita memperhatikan tiga sektor ini, akan betul-betul didukung pemerintah karena pemerintah menuju ke sana”, ujarnya.

Baca Juga: Jin dan Jimin BTS Rayakan April Mop dengan Ganti Foto Profil Instagram, Kalau Jungkook?

3. Turbulent Economy: A Disrupted Recovery

Pasca pandemi ketidakpastian regulasi terus bermunculan, para pemain industri berusaha untuk pulih di tengah banyaknya disrupsi.

Dari kacamata pemasaran, Hermawan menilai tren digital yang tak henti berdatangan mendorong adanya Digital War antara korporasi dan Start-up.

Bagaimana korporasi saling bertanding membangun layanan digital yang kontekstual dan terpercaya, menarik generasi baru atau bisnis di berbagai segmen, berkolaborasi dengan berbagai pemain industri, hingga membangun pengalaman konsumen
baik itu OMNI, digital offline, dan online.

Baca Juga: Banjir Air Mata, Episode Terakhir Thirty Nine Cetak Rekor Rating Pribadi, Lampaui 8 Persen

4. FOMO Generations: Is Everyone Making Money But You

Fenomena (Fear of Missing Out) kembali mewabah di era ini. Bagaimana tidak? Label tokoh entrepreneur ‘crazy rich’ terus bermunculan, berdampak pada budaya flexing generasi muda yang kian meninggi ditunjukkan di sosial media.

Hermawan menilai kekhawatiran Gen Z meningkat dengan fenomena ini, mendorong mereka menuju Hustle Culture.

Lantas siapa yang sebenarnya Crazy Rich? Real Rich? atau, Real Crazy Rich?

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta, Jumat 1 April 2022, Aldebaran Harus ke Amerika, Nasib Andin Terancam?

Raffi Ahmad misalnya, selebriti yang kerap disebut sebagai crazy rich. Bagi Hermawan, Raffi adalah sosok crazy rich yang cermat.

“Raffi Ahmad sedang naik daun, dia tahu entertainment industry tidak sustainable, maka ia memperluas jangkauannya ke banyak lini bisnis. Dari jiwa entrepreneur, bisa melihat kesempatan," katanya.

Bicara soal real-crazy rich, Hermawan mengisyaratkan tokoh-tokoh di film Tinder Swindler dan Inventing Anna produksi Netflix.

Hermawan mengingatkan, “Jangan ikut-ikutan berbisnis tapi menipu, lebih baik cuan tapi diam-diam. Teknologi sisi buruknya seperti ini, flexing agar banyak followers,
padahal followers banyak juga berbahaya,” ujarnya.

Baca Juga: Robert Alberts Kecewa Persib Bandung VS Barito Putera Main Imbang: Tak Bisa Cetak Gol Sejumlah Peluang!

5. Multiverse Market: Offline Plus and Online Plus

Banyak usaha yang hanya berfokus pada kanal online atau offline yang mereka miliki.

Padahal konsumen online dan offline sudah bercampur, sehingga pemasar tidak lagi bisa membedakan konsumen dari online atau offline.

Maka sebagai pemasar harus menggunakan multiverse, yaitu berada di universe online dan offline.

Baca Juga: Demam A Business Proposal Melanda Dunia, Kesuksesannya Ikut Seret Tiga Perusahaan Besar Ini

“Kalau kita melihat pasar secara multiverse, offline plus dan online plus sesungguhnya sedang terjadi. Pasar telah berubah total. Kalau tidak bergerak online, anda bergerak terlampau pelan. Tapi tetap harus ada improvisasi," katanya.

Hermawan menambahkan, “Maka, salurkan ide yang mampu aktif secara OMNI.”

Baca Juga: Ini Dia Menu Makanan Mewah dalam Resepsi Pernikahan Hyun Bin - Son Ye Jin, Awas Ngiler!

Menutup perhelatan ini, Hermawan Kartajaya menekankan pentingnya penerapan CIEL dan PIPM oleh perusahaan.

“Start-Up harus bisa mengawinkan CIEL (Creativity, Innovation, Entrepreneurship, dan Leadership). Buku mengenai ini sedang ditulis oleh Dr Jacky Mussry, Dean MarkPlus Institute yang semoga bisa dirilis di Bali menjelang G20,” katanya.

Lebih lanjut Hermawan menekankan “Tidak cuma CIEL, ada PIPM (Productivity, Improvement, Professionalism, dan Management)-nya juga. Dengan ini perusahaan mampu menghasilkan profit dan improvement. Tanpa CIEL dan PIPM dari mana investor mau datang. Maka CIEL dan PIPM musti dipersatukan,” tutup Hermawan.***

 

Editor: AR Rachmawati


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah