15 Orang Warga Mengadu ke Komnas HAM Terkait 17 Bidang Lahan Pada Proyek Sirkuit MotoGP Mandalika

15 Oktober 2020, 15:54 WIB
Lokasi pembangunan Sirkuit Mandalika di Lombok. /Dok/ITDC

PR CIANJUR - Rekomendasi penyelesaian sengketa lahan Sirkuit MotoGP Mandalika, Nusa Tenggara Barat dikeluarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Komnas HAM RI berdasarkan tujuannya dalam Pasal 75 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM mendukung program pembangunan pemerintah.

Utamanya proyek strategis nasional yang menjadi program strategis Pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan dan pembangunan di daerah.

Baca Juga: Berpengalaman Menyelesaikan Konflik Aceh, Jusuf Kalla Tawarkan Bantuan untuk Konflik Papua

Termasuk Sirkuit MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Mengingat hak atas pembangunan adalah hak asasi manusia.

Namun demikian dalam pelaksanaannya harus dipastikan mempertimbangkan kebutuhan untuk penghormatan penuh atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yaitu pemenuhan hak ekonomi, sosial, budaya seperti pemenuhan hak atas pekerjaan, hak atas standar hidup yang layak, hak atas berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan budaya atau hak yang lain.

"Sehubungan dengan adanya proyek pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Komnas HAM RI telah menerima aduan dari 15 orang warga yang menuntut pembayaran atas 17 bidang lahan (yang terdapat di Desa Sengkol dan Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah) dari pihak PT Indonesian Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang KEK Mandalika," kata ‎Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Oktober 2020.

Baca Juga: Moeldoko Sebut Gerakan Pentahelix yang Baru Diluncurkan Akan Efektif Tekan Laju Covid-19

Guna kepentingan pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika, PT ITDC melakukan upaya pengosongan/penggusuran pada bidang-bidang lahan yang dimiliki/dikuasai oleh 15 orang yang mengadu ke Komnas HAM.

Padahal warga tidak pernah merasa melakukan pelepasan dan/atau peralihan hak kepada siapapun, termasuk PT ITDC.

Sebaliknya, PT ITDC menjadikan hak pengelolaan (HPL) sebagai legalitas untuk melakukan pengosongan/penggusuran lahan. Hingga saat ini telah ada 3 bidang lahan yang dikosongkan/digusur, 14 bidang sisanya dalam penjadwalan untuk dikosongkan/digusur.

"Atas aduan tersebut, Komnas HAM RI sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 telah melakukan pemantauan lapangan pada 28 September-1 Oktober 2020 dan 12-15 Oktober 2020," ujarnya. Berdasarkan data, informasi dan keterangan yang disampaikan pihak-pihak terkait, serta fakta yang ditemukan, Komnas HAM RI menyampaikan sejumlah rekomendasi. ‎

Baca Juga: Singgung Maruf Amin Dalam Cuitannya, Marissa Haque Direspon Fadli Zon dan Ferdinand Hutahaean

Terkait penanganan dan dan/atau penyelesaian lahan, khususnya aduan 15 orang warga atas 17 bidang lahan, Komnas HAM meminta PT ITDC harus segera membayar 3 bidang lahan yang terverifikasi sebagai lahan enclave, dan membayar ganti rugi bangunan dan tanam tumbuh yang ada di atas 3 bidang lahan yang diklaim warga tetapi sudah dikosongkan/digusur.

PT ITDC dan Gubernur NTB pun harus memberikan pemulihan dan rehabilitasi psikososial bagi 3 orang warga yang lahannya sudah digusur tersebut, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya dalam artikel "Sengketa Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika NTB Gusur Warga, Komnas HAM Terbitkan Rekomendasi".

Sementara para pihak ‎(dalam hal ini warga, PT ITDC dan Tim teknis Percepatan Penyelesaian Masalah Tanah di Kawasan KEK Mandalika harus segera melakukan klarifikasi, identifikasi, verifikasi data/dokumen/lokasi terhadap 11 bidang lahan dalam waktu 6 hari kedepan agar dapat segera ditentukan mekanisme penanganan dan/atau penyelesaian yang bisa ditempuh.

Untuk ‎penanganan dan dan/atau penyelesaian lahan pada KEK Mandalika, Gubernur Nusa Tenggara Barat mendorong pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan terkait solusi alternatif dalam penyelesaian lahan KEK Mandalika.

Baca Juga: Harga Resmi Toyota Fortuner Terbaru, Termurah Rp504,9 Juta, Buka Bagasi Masih Pakai Tangan

Tindakan itu itu dilakukan selain upaya lain seperti memberikan perlindungan hak-hak warga terdampak pembangunan sirkuit dan pembentukan tim teknis yang dibentuk bekerja secara objektif, penanganan dan penyelesaian lahan KEK Mandalika sesuai prinsip hak asasi manusia.

Direktur Utama PT ITDC, dalam mengembangkan kawasan KEK Mandalika juga mesti mengedepankan dan menerapkan prinsip-prinsip bisnis dan hak asasi manusia.

Terkait adanya masalah lahan, PT ITDC harus membuka ruang dialog/kanal pengaduan, memastikan dan menjamin adanya solusi alternatif yang sesuai bagi warga yang telah/akan kehilangan lahannya, serta menghormati hak-hak warga dan menghindari adanya penggunaan/pelibatan aparat keamanan.

Komnas HAM RI juga telah meminta Presiden RI memberikan atensi dan memberikan solusi alternatif terhadap persoalan tersebut mengingat pembangunan harus dijalankan dengan mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

"Penting disampaikan, dalam konteks hak asasi manusia, setiap orang harus dilindungi oleh hukum dari pengusiran paksa dari rumah atau tanah mereka” karena praktik pengusiran paksa berakibat pada dilanggarnya hak-hak lainnya, seperti hak untuk hidup, hak untuk dilindungi, hak untuk tidak diusik privasi, keluarga, dan rumah, dan hak untuk menikmati kepemilikan secara tenteram.

Baca Juga: 'Disuntik' Mick Doohan MotoGP Butuh Marc Marquez, Penyesalan Menghantui Manager Repsol Honda

"Untuk itu, Pemerintah wajib melindungi semua orang dari, dan memberikan perlindungan dan pemulihan oleh hukum dari pengusiran paksa yang bertentangan dengan hukum, menjadikan hak asasi manusia sebagai pertimbangan," katanya.

Dalam hal pengusiran tidak dapat dihindarkan, harus dipastikan dengan cermat adanya solusi-solusi alternatif yang sesuai.

Terlebih dampak dari tindakan/upaya pengosongan/penggusuran lahan untuk kepentingan pembangunan Sirkuit MotoGP Mandalika itu warga tidak hanya kehilangan lahan sebagai tempat tinggal maupun sumber penghidupannya.

Namun juga terancamnya kelangsungan hidup warga akibat tidak adanya ganti rugi/kompensasi/kerohiman baik atas lahan maupun bangunan dan tanaman tumbuh yang ada di atas objek sengketa.

Selain itu, penggusuran/pengosongan lahan juga berpotensi merubah/menghilangkan tatanan/struktur sosial budaya yang terbangun bertahun-tahun. Warga yang kehilangan lahannya belum tentu mendapatkan kehidupan yang sama/lebih baik dari sebelumnya.***(Bambang Arifianto/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler