Soal Kedatangan Menlu AS, Mantan Ketua MK: Indonesia Diperebutkan Negara yang Siap Berperang

30 Oktober 2020, 17:15 WIB
Mantan Watimpres 2010 dan mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie. /@JimlyAs/

PR CIANJUR - Indonesia tengah dikunjungin oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo.

Sambutan dari berbagai pihak berdatangan saat Menlu AS Mike Pompeo mendarat di Tanah Air pada Kamis, 29 Oktober 2020.

Mike Pompeo memiliki berbagai agenda penting selama kunjungan di Indonesia, seperti dikabarkan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya.

Baca Juga: Pasukan Tiongkok Dituduh Duduki Wilayah India, Dikhawatirkan Picu Perang Dunia III

Pada kunjungannya kali ini Mike Pompeo memiliki agenda pertemuan dengan beberapa petinggi penting dalam berbagai aspek.

Mike Pompeo dijadwalkan bertemu dengan Nahdlatul Ulama hingga Gerakan Pemuda (GP) Ansor.

Pada 29 Oktober 2020, ada pertemuan antara Mike Pompeo dengan PBNU di Jakarta dengan salah satu pemabahasan yang dibahas adalah masalah toleransi.

Baca Juga: Polisi Duga Penyerangan di Prancis yang Tewaskan 3 Orang Dilakukan Warga Tunisia

Mike Pompeo pun sempat menyampaikan pidatonya di depan forum Gerakan Pemuda (GP) Ansor tentang agama dan peradaban di Jakarta.

Kunjungan Mike Pompeo di Indonesia ini membahas banyak hal hingga investasi di Tanah Air.

Bahkan dalam pertemuan yang terjadi ia membahas masalah Laut China Selatan yang dinilai memiliki efek yang cukup signifikan terhadap negara-negara sekitar.

Mengenai kunjungan Menteri Luar Negeri AS ke Indonesia, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie memberikan tanggapannya dalam sebuah unggahan di Twitter.

Baca Juga: Volume Kendaraan yang Tinggalkan Jakarta Naik 40 Persen Pada Libur Panjang Kali Ini

Dalam unggahannya tersebut, Jimly Asshiddiqie menilai saat ini posisi Indonesia sedang menjadi perebutan.

Ia mengungkapkan Indonesia tengah diperebutkan oleh negara-negara yang bersiap untuk perang dunia.

"Posisi Indonesia sedang diperebutkan oleh negara-negara yang sedang bersiap untuk perang dunia," ungkapnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Twitter @JimlyAs yang diunggah pada 30 Oktober 2020.

Mantan Ketua MK itu mengatakan diposisi Indonesia yang kini menjadi rebutan, hal tersebut menjadi peluang bagi tanah air untuk tegak bersikap nonblok.

Baca Juga: Volume Kendaraan yang Tinggalkan Jakarta Naik 40 Persen Pada Libur Panjang Kali Ini

Seperti yang diketahui Presiden pertama Indonesia telah membangun sikap Nonblok di Tanah Air, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel "Komentari Kunjungan Menlu AS, Mantan Ketua MK: Indonesia Diperebutkan Negara yang Siap Berperang".

Sikap nonblok ini dinilainya sebagai kebebasan bagi kepentingan rakyat Indonesia untuk terbuka.

"Peluang untuk tegak nonblok bebas & aktif untuk kepentingan rakyat Indonesia terbuka. Kita dukung," tuturnya.

Pada unggahannya tersebut salah satu netizen dengan akun Twitter @ImamJumhuri mengungkapkan pandangannya pada Indonesia saat ini.

Baca Juga: Simak 6 Cara Cegah Covid-19 di Musim Hujan Berikut Ini

Ia menuliskan tokoh-tokoh bangsa harus bersikap cerdas dan tegas, bahkan dalam balasannya akun Twitter @ImamJumhuri menyingung PDIP sebagai partai penguasa dalam pemerintahan.

"PDIP sebagai penguasa kurang memilki global political thinking yg strategis. Tahunya selama ini yang tampak hanya pokoknya Tiongkok. Nasib bangsa dan negara dipertaruhkan.
Memprihatinkan," tuturnya.

Ungkapan dari akun Twitter @ImamJumhuri kemudian mendapatkan tanggapan dari mantan Ketua MK Jumly Asshiddiqie.

Ia menuturkan tak perlu menuduh PDIP, dirinya menilai jika jiwa nasionalisme dalam partai sudah terlihat jelas.

Baca Juga: Twitter Hapus Cuitan Mahathir Mohamad Karena Dianggap Benarkan Kekerasan

Namun, Jimly juga menuturkan jika AS sebagai negara maju janganlah bersikap terlalu sombong.

"Tidak perlu nuduh PDIP segala, nasionalismenya sudah jelas. Tapi AS juga jangan lagi trlalu sombong," ungkapnya.

Mengungkap pernyataan dari Menko bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan jika pihak AS memang sulit diajak bertemu.

 

Sikap dari AS inilah yang menurut Jimly membuat banyak negara akhirnya lebih condong ke Tiongkok.

"Seperti pernah disebut Menko Luhut BP, para menteri AS diajak ketemu saja susah, maunya selalu medikte, menekan dengan sanksi ekonomi & segala macam. Makanya banyak negara jadi condong ke RRT," katanya.***(Rahmi Nurfajriani/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler