Artinya, total harta pasangan calon kepala daerah tidak mencukupi biaya pilkada.
"Dari hasil penelitian kita, ada gap antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus," tutur Firli.
"Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," tambahnya.
Baca Juga: Penerima BLT UMKM Bisa Cek Online BPUM di Sini, Tinggal Klik Tak Perlu ke Bank BRI
Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, jelasnya, total harta rata-rata satu pasangan calon adalah Rp18.039.709.967.
Bahkan ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15.172.000.
"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar," jelasnya.
"Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus. Mau 'nyalon' saja sudah minus," tutur Firli.
Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 Penting Dilaksanakan Meski Sedang Pandemi, Puan Maharani Beberkan Alasannya
Selain itu, ia pun mengungkapkan dari hasil penelitian terdapat 82,3 persen calon kepala daerah dibiayai oleh pihak ketiga atau sponsor.
Artikel Rekomendasi