Bahas Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Penolakannya, Moeldoko: Negara Tak Hanya Memikirkan Buruh

21 Oktober 2020, 09:02 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. / DOK RRI

PR CIANJUR - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta masyarakat untuk menerima Omnibus Law UU Cipta Kerja dan jangan terlalu nyaman dengan aturan di masa lampau.

Disampaikan karena terkait dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan pada awal Oktober 2020 ini menimbulkan banyak kontroversi hingga demonstrasi besar di sejumlah daerah.

Namun, hal ini tak menyurutkan langkah pemerintah melanjutkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: 30 Tahun Presiden Soeharto Bangun Indonesia, Tidak Ada Pembukuannya

Padahal, demonstrasi masih terus berlangsung meski tak sebesar sebelumnya.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta masyarakat untuk menerima Omnibus Law UU Cipta Kerja dan jangan terlalu nyaman dengan aturan di masa lampau.

"Negara ini bukan hanya memikirkan buruh semata, tetapi negara juga memikirkan bagaimana nasibnya orang-orang yang di depan mata kita butuh pekerjaan," tegas dia dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Indonesia Lawyer Club.

Baca Juga: Tidak Pakai Masker Selama Pandemi, Ahmad Dhani: Ngapain Orang Sehat Pakai, Pak Terawan yang Bilang

Menurut Moeldoko, besarnya orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan tersebut dapat dilihat dari pendaftar kartu prakerja.

"Tiga hari yang lalu baru 33 juta, sekarang sudah 34,2 juta, maknanya apa? Maknanya banyak orang yang memerlukan pekerjaan," tutur mantan Panglima TNI itu.

Omnibus Law UU Cipta Kerja diklaim akan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat daripada peraturan sebelumnya.

Undang-undang 'sapu jagat' ini juga disebut-sebut sebagai 'usaha pemerintah mencari titik keseimbangan baru'.

Baca Juga: Pola Penerbitan Regulasi Omnibus Law Pada Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf Disebut Fadli Zon Perusakan Hukum

"Kita tidak boleh stagnan dalam sebuah situasi. Kita harus berubah menghadapi situasi karena tantangannya juga berubah," ujar Moeldoko.

Ia pun mengatakan bahwa ada lima hal yang harus dimiliki Indonesia jika ingin menjadi negara ideal.

"Satu, memiliki kedaulatan. Yang merdeka!" tutur Moeldoko, seberti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel "Bicara soal Omnibus Law UU Cipta Kerja, Moeldoko: Jangan Jadi Bangsa yang Terpenjara Masa Lalu".

"Berikutnya, dia tidak terpenjara oleh masa lalu. Kita sudah tahu persis bahwa regulasi yang tumpang tindih itu perlu disederhanakan!" jelasnya.

Baca Juga: Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Fadli Zon: Tanpa Bermaksud Melebih-lebihkan, Banyak Sekali Kemunduran

"Masa kita menikmati? Kita harus beranjak dari situ, keluar dari situ! Berpaling dari situ! Enggak boleh kita terpenjara oleh masa lalu," sambungnya.

Moeldoko mengklaim semua pihak merasakan dan mengeluhkan efek dari regulasi yang tumpang tindih.

Ia pun merasa aneh ketika pemerintah mencoba menyelesaikan masalah tersebut, publik malah menolaknya mentah-mentah.

"Kok menjadi begini? Kok begitu paradoks bangsa ini?" tanyanya.

Baca Juga: Oknum Guru di Kalimantan Jual 51 Android Milik Sekolah, Uangnya Dipakai ke Jakarta untuk Foya-foya

Selain itu, Moeldoko menyebut Indonesia harus menjadi bangsa yang mandiri tetapi 'acceptable dengan berbagai hal baru dari luar sekalipun'.

"Berikutnya, terbuka untuk perbaikan. Kita harus menjadi bangsa yang terbuka. Enggak boleh kita terlalu yakin, 'Kita cukup seperti ini'," tegasnya.

Terakhir, ia pun menyebut bangsa Indonesia harus memiliki passion alias gairah terhadap keindonesiaannya.

Baca Juga: Isu Ahok jadi Presiden RI, Pengamat: Tidak Bisa Karena Alasan Hukum

"Ini lima hal yang menurut saya sangat cocok, ya. Perlu kita pikirkan dan renungkan bersama agar bangsa ini betul-betul bisa memperbaiki dirinya menuju sesuatu yang bagus," pungkas Moeldoko.***(Mahbub Ridhoo Maulaa/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat ILC

Tags

Terkini

Terpopuler