Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko: Mungkin Hanya di Indonesia, Negara Menyubsidi 96 Juta Rakyatnya

21 Oktober 2020, 11:11 WIB
Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko. /Instagram/@dr_moeldoko

PR CIANJUR - Masa kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf sudah berkali-kali menimbulkan kontroversi mulai dari kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, pandemi Covid-19 hingga Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Pada hari Selasa 20 Oktober 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin genap setahun menempati Istana Merdeka.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengklaim kebijakan Jokowi-Ma'ruf sepenuhnya prorakyat. Bahkan, BPJS Kesehatan disebut-sebut satu-satunya di dunia. Tidak ada di negara lain.

Baca Juga: Tengah Disiapkan RPP UU Cipta Kerja, Menaker: Berbagilah, Masih Banyak Kaum Pencari Kerja

"Seluruh apa yang telah dicanangkan oleh presiden, semuanya adalah prorakyat!" tegas mantan Panglima TNI itu dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Indonesia Lawyers Club.

Ia pun mencontohkan bagaimana Presiden Jokowi begitu fokus pada pengembangan sumber daya manusia.

"Presiden itu memikirkan mulai dari manusia di dalam kandungan sampai dengan usia 1.000 hari. Itu dipikirkan dengan sebaik-baiknya," klaim Moeldoko.

Selanjutnya, Presiden Jokowi diklaim sangat memerhatikan persoalan stunting, bahkan disebut 'sangat rigid'.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Sebut Reshuffle Kabinet Setelah Satu Tahun Adalah Hak Proregatif Presiden

"Setelah dia lahir, presiden memikirkan bagaimana sekolahnya. SD-nya bagaimana? Ada namanya Kartu Indonesia Pintar. SMP, SMA, bahkan sampai dengan Perguruan Tinggi," tutur Moeldoko.

"Setelah itu, bagaimana kesehatannya? Presiden memiliki program BPJS yang luar biasa, mungkin satu-satunya di dunia itu," lanjut dia.

Moeldoko mengklaim jaminan kesehatan seperti BPJS yang meliputi 96 juta peserta subsidi hanya ada di Indonesia.

"Sampai dengan saat ini, negara harus menyubsidi 96 juta orang Indonesia. Mungkin hanya ada di Indonesia, enggak ada di tempat lain kali itu," klaimnya.

Baca Juga: Asyik, WhatsApp Web akan Bisa Lakukan Panggilan Video dan Suara

Kepala KSP tersebut kemudian menyebut pemerintah saat ini juga ikut peduli pada penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat yang baru lulus kuliah.

"Setelah dia (orang Indonesia) lulus, kita menghadapi 2,9 juta anak-anak muda Indonesia sebagai angkatan kerja baru yang harus dipikirkan," ungkapnya.

"Ditambah lagi ada game changer ini, Covid-19 memunculkan 3,5 juta masyarakat yang mulai kehilangan pekerjaan," imbuh Moeldoko.

Ia pun menambahkan bahwa ada 6,9 juta pengangguran di Indonesia yang memerlukan pekerjaan, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel "Singgung Capaian Setahun Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko: BPJS Tidak Ada di Negara Lain".

Baca Juga: Bahas Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Penolakannya, Moeldoko: Negara Tak Hanya Memikirkan Buruh

"Ini kan tanggung jawab pemerintah, memikirkan bagaimana ini persoalan masa depan anak-anak ini. Harus ditangani dengan sebaik-baiknya," tutur Moeldoko.

Omnibus Law UU Cipta Kerja diklaim mampu mengatasi persoalan ini lewat penyederhanaan regulasi dan 'mencari titik keseimbangan baru'.

"Negara ini bukan hanya memikirkan buruh semata, tetapi negara juga memikirkan bagaimana nasibnya orang-orang yang di depan mata kita butuh pekerjaan," tegasnya.

Ia merasa aneh dengan orang yang malah menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja dan menganggap mereka 'terpenjara oleh masa lalu.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani: 30 Tahun Presiden Soeharto Bangun Indonesia, Tidak Ada Pembukuannya

"Begitu ada sebuah perubahan kebijakan untuk menuju ke arah yang lebih bagus, loh, kenapa menjadi begini? Kenapa begitu paradoks bangsa ini," ujar Moeldoko.***(Mahbub Ridhoo Maulaa/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat ILC

Tags

Terkini

Terpopuler