Ketua KPK Firli Bahuri Sarankan Paslon Pilkada Miliki Rp65 Miliar, Hindari Korupsi Setelah Terpilih

- 21 Oktober 2020, 12:52 WIB
Ketua KPK, Firli Bahuri.
Ketua KPK, Firli Bahuri. /Antara.

PR CIANJUR - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut pada tahun-tahun politik sebelumnya korupsi begitu marak dimana-mana, dilakukan oleh pasangan calon (paslon) pilkada.

Salah satu masalah yang ditengarai Firli Bahuri sebagai penyebab korupsi saat pilkada ialah karena paslon tak punya cukup dana untuk mengongkosi pencalonannya.

Firli Bahuri menyebut banyak tindak pidana korupsi yang terungkap sepanjang tahun politik, yakni saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) berlangsung.

Baca Juga: Kesulitan Cek Penerima BLT BPUM UKM? Coba Klik Link Ini, Lengkap Dengan Panduannya

Setidaknya, jumlah tindak pidana korupsi melonjak pada 2015, 2017, dan 2018 sebagaimana dikutip Pikiran Rakyat Cianjur dari SeputarTangsel.com dalam artikel "Agar Tak Korupsi Setelah Terpilih, Ketua KPK Sarankan Paslon Pilkada Punya Rp65 Miliar".

Firli menyebut jumlah kepala daerah yang tertangkap saat Pilkada 2018 saja mencapai 30 orang dengan total 122 tersangka.

"2018 itu tertinggi kasus korupsi yang tertangkap saya harus katakan itu, kasus korupsi tertinggi yang tertangkap karena bisa saja banyak belum tertangkap. Setidaknya 30 kali tertangkap kepala daerah," ungkapnya.

Baca Juga: Anggota Baleg DPR RI, Anis Byarwati Paparkan Kelemahan Omnibus Law UU Cipta Kerja

Firli juga menjelaskan soal pelaksanaan pilkada, ia pun mengungkapkan masalah pendanaan pilkada, yakni adanya kesenjangan (gap) antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pasangan calon kepala daerah.

Artinya, total harta pasangan calon kepala daerah tidak mencukupi biaya pilkada.

"Dari hasil penelitian kita, ada gap antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus," tutur Firli.

"Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," tambahnya.

Baca Juga: Penerima BLT UMKM Bisa Cek Online BPUM di Sini, Tinggal Klik Tak Perlu ke Bank BRI

Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, jelasnya, total harta rata-rata satu pasangan calon adalah Rp18.039.709.967.

Bahkan ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15.172.000.

"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar," jelasnya.

"Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus. Mau 'nyalon' saja sudah minus," tutur Firli.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 Penting Dilaksanakan Meski Sedang Pandemi, Puan Maharani Beberkan Alasannya

Selain itu, ia pun mengungkapkan dari hasil penelitian terdapat 82,3 persen calon kepala daerah dibiayai oleh pihak ketiga atau sponsor.

"Dari mana uangnya? Uangnya dibiayai oleh pihak ketiga dan hasil penelitian kita 82,3 persen, biaya itu dibantu oleh pihak ketiga, 2017 ada 82,6 persen dibantu oleh pihak ketiga, 2018 ada 70,3 persen dibantu oleh pihak ketiga," kata Firli.*** (Muhammad Hafid/Seputar Tangsel)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Seputar Tangsel


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini