Anggota Baleg DPR RI, Anis Byarwati Paparkan Kelemahan Omnibus Law UU Cipta Kerja

21 Oktober 2020, 12:14 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. /ANTARA

PR CIANJUR - Sampai saat ini Omnibus Law UU Cipta Kerja masih juga menjadi polemik di masyarakat.

Seiring dengan pemerintah yang terus maju terus meski penolakan terjadi dimana-mana.

Mulai dari proses pengesahan yang dinilai terburu-buru hingga banyaknya draf yang tersebar membuat masyarakat bingung dan tidak terima dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Penerima BLT UMKM Bisa Cek Online BPUM di Sini, Tinggal Klik Tak Perlu ke Bank BRI

Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Baleg DPR RI) sendiri yang seharusnya mengerti betul isi dari Omnibus Law UU Cipta Kerja mengakui aturan 'sapu jagat' itu punya banyak kelemahan.

Kelemahan-kelemahan ini disebut-sebut tidak menyelesaikan persoalan mendasar terkait ketenagakerjaan maupun perekonomian Indonesia.

Hal ini diungkapkan Anis Byarwati, Anggota Baleg sekaligus Komisi XI DPR RI sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com dari PikiranRakyat-Cirebon.com dalam artikel "DPR RI Sebut Bukan UU Ciptaker yang Jadi Masalah Melainkan Korupsi Investasi dan Tenaga Kerja Rendah".

"Omnibus Law Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan. Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah RUU Omnibus Law Cipta Kerja," ujarnya pada Selasa 20 Oktober 2020.

Baca Juga: Pilkada Serentak 2020 Penting Dilaksanakan Meski Sedang Pandemi, Puan Maharani Beberkan Alasannya

"Pemerintah menyebut perbaikan iklim investasi namun tidak menerangkan secara detail bagaimana RUU ini berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia," imbuh Anis.

Kedua, lanjut Anis, Pemerintah mengganggap UU Cipta Kerja diperlukan untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis apalagi di tengah pandemi Covid-19.

Namun, ia mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi, karena permasalahan ekonomi Indonesia terletak kepada hal yang lebih mendasar.

"Diantara permasalahan ekonomi Indonesia yang mendasar adalah produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah," tegasnya.

Baca Juga: Ucapkan Terima Kasih UU Cipta Kerja Telah Disahkan DPR, Menkominfo: Bagian Dari Reformasi Struktural

"Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis di World Economic Forum (WEF) pada tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64," papar dia.

Peringkat ini, nilai Anis, kalah dari negara tetangga seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72.5, walaupun kita masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93.

"Sementara UU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan lapangan kerja baru bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Berdasarkan data ini, RUU Cipta Kerja tidak menjawab permasalahan," tuturnya.

Baca Juga: Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko: Mungkin Hanya di Indonesia, Negara Menyubsidi 96 Juta Rakyatnya

Ketiga, tambah Anis, UU Cipta Kerja hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah investasi, dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi fundamental, atau hal yang mendasar.

"Sedangkan saat ini, problem ekonomi di Indonesia masih bersifat fundamental (mendasar) seperti yang sudah dijelaskan di atas yaitu tentang produktivitas pekerja," terangnya.

"Jika pemerintah gagal mengatasi permasalahan fundamental ini, menurutnya ekonomi Indonesia tidak akan bangkit dari stagnasi," sambungnya.

Mengutip data World Economic Forum, lanjut Anis, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya.

Baca Juga: Tengah Disiapkan RPP UU Cipta Kerja, Menaker: Berbagilah, Masih Banyak Kaum Pencari Kerja

Riset WEF menunjukkan terdapat 16 faktor yang menjadi penghalang iklim investasi di Indonesia dan korupsi menjadi kendala utama.

Indonesia saat ini berada di urutan ke-85 dari 180 negara di Indeks Persepsi Korupsi Perception Index 2019 yang di rilis oleh Transparency International.

"Dengan memperhatikan poin-poin diatas, agaknya kita tidak bisa berharap Omnibus Law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19," pungkasnya.*** (Ferdinandi Pratama Putra/Pikiran Rakyat Cirebon)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat Cirebon

Tags

Terkini

Terpopuler