Mengenal Kue Batang Buruk dari Provinsi Riau, Cerita di Baliknya Ungkap Etika Saat Makan

- 21 Februari 2021, 13:16 WIB
Kue batang buruk.
Kue batang buruk. /Kemendikbud RI/

PR CIANJUR – Indonesia kaya akan berbagai suku bangsa, agama, adat-istiadat, dan budaya yang hidup di dalamnya.

Begitu juga dengan aneka ragam kuliner dan bahan pangan lainnya.

Kuliner Indonesia yang sangat bervariasi tercipta dari proses historis panjang dipadukan dengan basis material yang ada di Tanah Air tentunya.

Baca Juga: Manfaat Membaca bagi Kesehatan Mental dan Fisik, Memicu Cara Berpikir Kritis hingga Mampu Kurangi Stres

Dari Sumatra, masyarakat mengenal santapan khas seperti rendang, lontong Medan, kopi Aceh, pempek alembang, dan gulai nangka.

Kali ini tidak ketinggalan panganan manis berasal dari pulau yang sama yakni kue “batang buruk”.

Batang buruk berasal dari Provinsi Kepulauan Riau, tepatnya Kota Bintan.

Tak seperti namanya, kue yang satu ini rasanya manis dipadukan dengan gurih dari campuran kelapa di dalamnya.

Baca Juga: Punya Tipe Kulit Berminyak? Sebaiknya Hindari Kandungan Ini dalam Produk Kecantikan

Provinsi Riau yang berbatasan dengan Singapura biasanya menyajikan panganan kue ini di Hari Raya Idul Fitri.

Kue batang buruk memiliki ukuran tiga sampai empat centimeter, sangat populer di daerah Bintan dan Tanjungpinang.

Bahan dasar kue batang buruk berasal dari tepung gandum, beras, dan kelapa.

Semua jenis tepung itu dicampur dengan menggunakan alat mixer. Tidak lupa ditambahkan mentega, dan air agar adonan tidak kering.

Baca Juga: Pernikahan Vicky Prasetyo dan Kalina Oktarani Batal Digelar, Ada Apa Lagi?

Disitat Pikiranrakyat-Cianjur.com dari indonesia.go.id, setelah semua adonan tercampur rata, adonan dibentuk menjadi bentuk persegi panjang dengan alat khusus sehingga ada bolong di tengah bentuk kuenya.

Kemudian, adonan kue digoreng di minyak panas. Tiriskan sebelum dimakan dengan dicampur adonan kacang hijau, gula halus, dan susu bubuk atau susu kental manis.

Di sisi lain, ada kisah menarik di balik nama kue ini.

Baca Juga: Kenali Kanker Payudara Sedini Mungkin, Berikut Penuturan Menurut Ahli Bedah di Indonesia

Zaman dahulu kala ada seorang putri bernama Wan Sendari yang mencintai seorang pangeran bernama Panglima Muda Bintan atau Raja Andak.

Sayangnya, Wan Sendari cintanya bertepuk sebelah tangan. Raja Andak lebih memilih Wan Intan yang tidak lain adalah adik Wan Sendari.

Wan Sendari menumpahkan rasa galaunya itu membuat sebuah kue yang memiliki rasa manis dan gurih dilengkapi tekstur ketika digigit akan langsung hancur berserakan.

Filosofi ini menandakan ketulusan cinta Wan Sendari yang hanya bertepuk sebelah tangan.

Baca Juga: Boruto Chapter 55 Kurama Tewas, Tagar 'Kurama' dan 'Borutobeban Puncaki Jajaran Trending di Twitter

Suatu ketika, Baginda Raja Tua, ayah dari Wan Sendari mengadakan pesta besar. Raja Andak turut serta bergabung di dalamnya.

Kue batang buruk disajikan untuk menjamu semua tamu. Dari semua tamu yang mencicipi kue tersebut, hanya Raja Andak yang makannya paling sopan dan rapi.

Raja Andak memegang filosofi di Kerajaan Bintan kala itu, “Biar pecah di mulut asal jangan pecah di tangan”, sebagai ungkapan etika ketika makan.

Baca Juga: Jabodetabek Berpotensi Dilanda Hujan Lebat Selama Februari dan Maret, BMKG Sampaikan Peringatan Dini

Dari kejadian itu, Wan Sendari sadar bahwa Raja Andak adalah seorang bangsawan bermoral, beretika, dan patuh norma. Meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: indonesia.go.id


Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x