7 Poin Baru RUU Cipta Kerja Disebut Untungkan Kaum Buruh, Seperti Ini Isinya

- 30 September 2020, 15:08 WIB
ILUSTRASI Aktivis Greenpeace memasang poster pada manekin saat aksi damai menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.*
ILUSTRASI Aktivis Greenpeace memasang poster pada manekin saat aksi damai menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.* /ANTARA/Aditya Pradana Putra

PR CIANJUR - Hilangnya upah minimum di Kabupaten/Kota dan dibayar per jam atau per hasil kerja hingga tidak ada sanksi untuk perusahaan jika tidak membayar buruh sesuai ketentuan adalah salah satu Rancangan Undang-undang (RUU) CIpta Kerja yang mendapat tentangan dari para buruh.

Karena jika hal tersebut diberlakukan, kaum buruh merasa akan dirugikan oleh aturan tersebut.

Oleh karenanya pemerintah memberikan beberapa usulan terkait Omnibus Law Cipta Kerja hingga akhirnya disepakati oleh DPR.

Baca Juga: Telan Pil Pahit, Walt Disney PHK 28.000 Karyawannya Akibat Pandemi Covid-19

Persetujuan mengenai aturan baru Omnibus Law Cipta Kerja itu didapat saat rapat di hotel Jakarta, pada Sabtu, 26 September 2020.

Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi, mengatakan RUU Cipta Kerja terkait perubahan atas UU Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003.

Adapun rincian tujuh poin baru dalam RUU Cipta Kerja yaitu, sebagaimana diberitakan Pikiranrakyat-Pangandaran.com dalam artikel, "Ini 7 Poin Baru RUU Cipta Kerja Untungkan Kaum Buruh, Jaminan Kehilangan Kerja hingga Upah Minimum".

Baca Juga: Tidak Punya Akhlak! Seorang Pria Setubuhi Jenazah Pasien Corona di Kamar Mayat

1. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Aturan ini belum ada pada UU ketenagakerjaan tapi sangat dibutuhkan terutama pada masa pandemi seperti ini.

Jika ada pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pekerja akan mendapatkan upah dengan besaran sesuai kesepakatan program tersebut, pelatihan peningkatan kapasitas, dan kemudahan mendapatkan pekerjaan baru.

Meskipun sudah mendapat JKP, tapi pekerja juga tetap mendapat jaminan sosial berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kesehatan nasional.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Mengalami Lonjakan, Wali Kota Tasik Sebut Tenaga Medis Kewalahan dan Anggaran Menipis

2. Durasi Waktu Jam Kerja

Secara umum, jam kerja per hari selama 8 jam atau 40 jam selama seminggu. Melalui RUU Cipta Kerja juga diatur mengenai durasi jam kerja pegawai.

Ada pekerjaan yang kurang dari 8 jam/hari seperti pekerjaan paruh waktu dan ekonomi digital, tapi ada pekerjaan yang lebih dari 8 jam/hari seperti migas, pertambangan, perkebunan, dan pertanian.

3. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

Baca Juga: Putra DN Aidit: Film G30S PKI Pesanan Orde Baru, Hasil Imajinasi Sutradara, Bukan Berdasar Sejarah

Melalui RUU Cipta Kerja, TKA hanya diperbolehkan untuk ahli dalam kondisi tertentu seperti situasi darurat, vokasi, peneliti, dan investor.

4. Perlindungan Pekerja Kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Sebelumnya hal ini tidak diatur, tapi mengikuti perkembangan teknologi dan revolusi industri 4.0 menyebabkan banyak bermunculan jenis pekerjaan baru.

Jenis pekerjaan baru ini bersifat tidak tetap dan membutuhkan pekerja untuk jangka waktu tertentu (Pekerja Kontrak).

Melalui RUU Cipta Kerja, pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap mengenai upah, jaminan sosial, perlindungan K3, termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Baca Juga: Tanggapan Gatot Nurmantyo Soal Penghentian Deklarasi KAMI hingga Diisukan Maju Pilpres 2024

5. Pekerja Alih Daya atau Outsourcing

Dalam RUU Cipta Kerja, alih daya merupakan hubungan bisnis sehingga perusahaan alih daya harus memberikan hak dan kewajiban pada pekerjanya, baik kepada pekerja kontrak atau tetap mengenai upah, jaminan sosial, dan perlindungan K3.

6. Upah Minimum (UM)

Upah minimum dalam RUU Cipta Kerja tidak bisa ditangguhkan seperti dalam UU Ketenagakerjaan.

Kenaikan UM ini ditentukan dengan menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitasnya.

Baca Juga: Pelaku Vandalisme Mushola di Tangerang Ikuti Tayangan YouTube, Polisi: Sosoknya Terpelajar dan Waras

Besaran UM pada tingkat provinsi dapat ditetapkan pada UM tingkat kabupaten/kota dengan syarat tertentu.

7. Pesangon PHK

Jika berdasarkan UU 13/2003, pemberian pesangon sebanyak 32 kali upah dan dianggap memberatkan pelaku usaha dan mengurangi minat investor untuk berinvestasi.

Namun, melalui RUU Cipta Kerja diatur penyesuaian perhitungan besaran pesangon PHK dengan menambahkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).***(Mela Puspita/Pikiranrakyat-pangandaran.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat Pangandaran


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x