Fahri Hamzah Sebut Adanya Kepentingan Pribadi di Balik Tidak Selesainya UU Penyiaran

10 Oktober 2020, 12:36 WIB
Fahri Hamzah. /Instagram @Fahrihamzah/

PR CIANJUR - Baru-baru ini mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fahri Hamzah membuat pernyataan terkait pentingnya lembaga penyiaran di Tanah Air.

Pernyataanya dipaparkan Fahri saat menjadi bintang tamu di kanal YouTube Helmy Yahya Bicara yang diunggah pada 9 Oktober lalu.

Fahri mengaku belum pernah merasakan pemerintahan yang memberikan perhatian lebih kepada lembaga penyiaran.

Baca Juga: Disebut Sebagai 'Menteri Semua Zaman', Ini Sosok Pencetus Omnibus Law yang Kontroversial

"Saya tidak melihat ada pemerintahan yang concern dengan betapa hebatnya lembaga penyiaran publik kita," tegas Fahri sebagaimana dikutip Pikiran-Rakyat.com.

Zaman penjajahan Jepang, Fahri menjelaskan bahwa radio berperan penting dalam menyampaikan informasi di kalangan masyarakat Indonesia pada masa-masa itu.

Termasuk informasi bom yang menghujam dua kota di Jepang yakni Hiroshima dan Nagasaki, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya dalam artikel "UU Penyiaran Tak Kunjung Selesai, Fahri Hamzah: Saya Melihat Lobi Privat yang Dahsyat".

Lebih lanjut Fahri menuturkan, berita tersebut menimbulkan keinginan masyarakat Indonesia untuk merdeka dari para penjajah.

Baca Juga: Dituding Danai Gerakan Penolakan UU Cipta Kerja, Bakomstra Demokrat: Fitnah

"Kita enggak usah nyebut soal perannya di dalam kemerdekaan, sebab kalau enggak ada radio-radio partikelir dulu didedikasikan untuk mendengar bahwa Hiroshima-Nagasaki baru saja di bom, itu enggak ada geliat ikhtiar lokal untuk merdeka," jelasnya.

Maka dari itu, Fahri mengklaim bahwa lembaga penyiaran masih memiliki peran yang penting hingga saat ini.

"Nah hari ini juga harusnya masih penting, cuma kita jangan tanggung, kita harus memberikan beban yang fokus gitu," tuturnya.

Kemudian Helmy Yahya sebagai pemilik kanal YouTube, menyinggung soal Undang-undang Penyiaran yang tidak kunjung selesai.

Baca Juga: Pelatihan Keamanan Siber Diberikan Pada 6.000 Siswa SMK, Kurangi Angka Pengangguran

Fahri menegaskan adanya kepentingan pribadi di balik tidak selesainya Undang-undang Penyiaran.

"Karena lobi dari privat. Saya melihat lobi privat yang dahsyat sekali," jelasnya.

Menanggapi pernyataan Fahri, Helmy mengatakan televisi publik dan swasta tidak memiliki persaingan, keduanya pun disebut hanya memiliki fungsi kepublikan.

Karenanya, Fahri menambahkan bahwa negara berperan sebagai pembagi tugas agar tidak terjadi perselisihan.

"Tugas negara harusnya bagi tugas, jadi kalau kita tidak membagi tugas semuanya jadi berantem," tambahnya.

Baca Juga: Wali Kota Cimahi juga Akan Kirim Surat ke Jokowi Jika Ada Pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja yang Meru

Sementara itu, sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya, dalam video yang sama Fahri juga menceritakan awal pertemuannya dengan sahabat dekatnya, Fadli Zon.

Kepada Helmy Yahya, Fahri mengatakan bahwa ia dan Fadli pertama kali bertemu pada tahun 1991 silam.

"Saya ketemu Fadli tahun 91, waktu demo-demo itu," ungkapnya.

Kendati memiliki hubungan yang dekat, Fahri mengaku bahwa dirinya dan Fadli sempat berbeda pendapat.

Baca Juga: Masa Aksi Rusak Fasum, Analis Intelejen: Ada Penyusup yang Memprovokasi

"Jadi ya terus itu kita, cuma di zaman orde baru Fadli dekat dengan Pak Prabowo artinya deket dengan keluarga Pak Harto, sementara saya itu oposisi terhadap pemerintah," terang Fahri.

Meski demikian, Fahri mengaku hal tersebut tidak membuat persahabatannya dengan Fadli menjadi rusak.

"Itu sebabnya kalau ada dua demo dulu tuh, Pak Fadli mendemo mendukung orde baru, saya melawan orde baru. Tapi kita temen, temen adalah temen," katanya.***(Sarah Nurul Fatia/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler