Surat Terbuka Untuk Jokowi Dari KAMI Jelang G30S/PKI: Neokomunisme Bukan Lagi Mitos Atau Fiksi

- 24 September 2020, 11:04 WIB
Gatot Nurmantyo.*
Gatot Nurmantyo.* /

PR CIANJUR - Menghadapi peringatan G30S/PKI surat terbuka dilayangkan Pesidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi).

KAMI meminta presiden untuk bertindak serius terhadap segala bentuk gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokominisme dan/atau PKI Gaya Baru.

Dalam surat terbukanya yang ditandangani Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, M Din Syamsuddin ini menyebut, neokomunisme bukan lagi mitos atau fiksi, tapi nyata keberadaannya.

Baca Juga: Presiden Filipina Beri Pernyataan Keras di PBB, Oposisi Pun Memberikan Apresiasi Pada Duterte

Selain itu, kelompok ini menuding anak-cucu kaum komunis telah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif.

"Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa kaum komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani,"tulis Presidium KAMI dalam surat terbukanya

"Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa kaum komunislah yang membantai para Jenderal TNI," tambahnya, sebagaimana diberitakan Wartaekonomi.co.id sebelumnya.

Baca Juga: Penggelapan Uang Nasabah Rp2,1 Miliar Oleh Pegawai Bank BRI Madiun, Dipakai Judi Bola Online

Inilah isi surat yang dibuat oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) untuk Presiden Joko Widodo.

"SURAT TERBUKA PRESIDIUM KAMI KEPADA PRESIDEN

014/PRES-KAMI/B/IX/2020

Kepada Yth.

Bapak Ir. Joko Widodo

Presiden Republik Indonesia

Di Jakarta

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Dengan Nama Tuhan Yang Maha Esa.

Baca Juga: Peran Prabowo Pada Proyek Food Estate, Tanam Singkong Pada Lahan 30 Ribu Hektare

KAMI mendoakan semoga Saudara Presiden dalam keadaan sehat walfiat dan dapat mengemban amanat rakyat dengan sebaik-baiknya.

Saudara Presiden yang mulia,

KAMI dan banyak rakyat Indonesia pada setiap Bulan September menyandang suasana kebatinan penuh keprihatinan dan trauma akan peristiwa-peristiwa makar Partai Komunis Indonesia/PKI yang terjadi pada bulan ini.

Masih mengiang di ingatan generasi bangsa, betapa kekejaman PKI pada Pemberontakan Madiun 18 September 1948. Kala itu Kaum Komunis membunuh para ulama, santri, dan rakyat yang tidak berdosa, hanya karena mereka tidak bersetuju dengan ideologi komunisme.

Tujuh belas tahun kemudian, tepatnya pada 30 September 1965, PKI kembali melakukan makar dan kekejaman, yakni mereka membunuh tujuh Jenderal TNI Angkatan Darat secara biadab (membunuh dan memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur di Lubang Buaya). Makar dan pemberontakan itu dilakukan PKI, baik prolog maupun epilognya, dengan tindak kekerasan dan kekejaman pembunuhan terhadap rakyat, khususnya para ulama dan santri.

Baca Juga: Fuad Bawazier: Pemerintah dan KPU Nekat Laksanakan Pilkada 2020, Saya Tidak Akan Datang ke TPS

Peristiwa makar dan kekejaman PKI pada 1948 dan 1965 menoreh sejarah kelam bahkan hitam dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Adalah jelas bahwa PKI dan Kaum Komunis tidak bersetuju, dan ingin selalu merongrong Negara Pancasila, baik dengan upaya menggantikan Pancasila, maupun dengan memperjuangkan penafsiran dan pemerasan terhadap Pancasila, sehingga Pancasila kehilangan esensinya," tulis KAMI dalam surat terbukanya.

"Saudara Presiden yang mulia,

Beberapa waktu terakhir ini, KAMI dan banyak rakyat Indonesia merasa prihatin dan membangkitkan trauma dengan adanya gejala dan gelagat kebangkitan neo komunisme dan PKI Gaya Baru.

Baca Juga: Bukan Hanya Merakus Suap Jatah Anita Kolopaking, Ini Beberapa Fakta 'Action Plan' Jaksa Pinangki

Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti. Anak-cucu Kaum Komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutarbalikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban, dan kalangan non PKI khususnya umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat terhadap orang-orang PKI.

Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa Kaum Komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani.

Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa Kaum Komunislah yg membantai para Jenderal TNI.

Bahkan, Saudara Presiden, sebagian dari anak-cucu PKI itu sudah berani secara demonstratif meneriakkan kebanggaan menjadi Anak PKI.

Baca Juga: Awal Mula Gejala Covid-19 yang Dialami Nunung Hingga Cucu Tertular, Begini Cerita Sang Anak

KAMI dan banyak rakyat Indonesia meyakini bahwa upaya adu domba sesama warga masyarakat (khususnya sesama Umat Islam dan antar umat beragama), penyandungan (bullying) hingga pembunuhan karakter (character assasination) terhadap lawan politik merupakan cara-cara Kaum Komunis, yang juga pernah dilakukan pada masa lampau menjelang makar atau pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965.

Secara khusus, Saudara Presiden, KAMI dan rakyat Indonesia sangat trauma, karenanya meyakini bahwa adanya RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila/RUU HIP, dan usulan baru RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/RUU BPIP) adalah upaya merendahkan, meremehkan, menyelewengkan, dan menyalahgunakan Pancasila," tambanya.

"Saudara Presiden yang mulia,

Berdasarkan semua itu, maka kami yang bergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia/KAMI, dan meyakini banyak rakyat Indonesia yang mendukung, dengan ini menuntut hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokomunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?

Baca Juga: Telah Diunduh 41,9 Juta Kali, Game Among Us Bikin Geram Sekaligus Gemas

Kedua, Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.

Ketiga, Presiden Joko Widodo sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan Film

Pengkhianatan G 30-S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Begitu pula, agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut diajarkan kepada segenap peserta didik, tidak dikurangi apalagi dihilangkan. Ingat pesan Bung Karno, "Jasmerah, jangan sekali-kali lupakan sejarah."

Baca Juga: Berpautan Dengan Sabu PO Pelangi, BNN Ringkus Pemasoknya, Salah Satunya Oknum Anggota DPRD Palembang

"Saudara Presiden yang mulia,

KAMI berkeyakinan bahwa tuntutan-tuntutan di atas adalah konstitusional dan rasional. Jawaban Presiden terhadap tuntutan-tuntutan itu akan menunjukkan derajat kenegarawanan, komitmen kepada Pancasila, dan sikap penolakan terhadap komunisme atau PKI dalam berbagai bentuk dan penjelmaannya.

Demikianlah Surat Terbuka ini disampaikan, sebagai bentuk keterbukaan dan pelurusan sejarah kebangsaan. Kepada Jejaring KAMI di daerah-daerah dan manca negara agar mengawalnya.

Dalam rangka memperingati kebiadaban PKI pada tanggal 30 September 1965, KAMI menyerukan kepada segenap rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada tanggal 30 September 2020, dan dalam rangka merayakan Hari Kesaktian Pancasila, agar pada tanggal 1 Oktober 2020 menaikkan bendera setiang penuh.

Baca Juga: Sejumlah Kantor OPD di Purwakarta Ditutup Selama 3 Hari, 5 ASN Terkonfirmasi Positif Covid-19

Merdeka!!!

Jakarta, 22 September 2020

PRESIDIUM KOALISI AKSI MENYELAMATKAN INDONESIA

Gatot Nurmantiyo, Rochmat Wahab, M. Din Syamsuddin." tutup KAMI dalam surat terbukanya.***(Ferry Hidayat/Wartaekonomi.co.id)

Disclaimer: Artikel ini merupakan hasil kerja sama Pikiran Rakyat dengan Warta Ekonomi. Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini