Ada pula indikasi penyelundupan pasal dengan menyelipkan empat pasal terkait aturan perpajakan, yang sejak awal tidak masuk dalam usulan materi UU Cipta Kerja.
Banyaknya peraturan yang diubah lewat UU ini - sekitar 78 UU menurut salah satu versi draf - membuat pengawasan masyarakat terhadap materi menjadi sangat minim.
Baca Juga: Sampai Dengan 20 Oktober 2020, Kasus Virus Corona di Indonesia Naik Jadi 362.842 Orang
Yang paling berbahaya adalah penutupan ruang partisipasi publik dengan hanya melibatkan pihak-pihak tertentu dan masukan dari masyarakat yang tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja.
Sejak awal kita dipertontonkan dengan permasalahan proses legislasi UU ini, dari tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan dan hingga proses pengesahan yang demikian terburu-buru.
Ada bermacam drama, mulai dari proses yang kilat, rapat yang dilakukan di masa reses dan di luar jam kerja, tidak ada draf tersedia pada saat sidang paripurna pengesahan, hingga tersebarnya berbagai macam versi draf yang sulit untuk diverifikasi.
Ini membuktikan bahwa UU Cipta Kerja merupakan UU terburuk yang mengabaikan proses legislasi.
Membatasi Omnibus
Untuk itu, perlu sesegera mungkin dilakukan revisi terhadap UU PPP untuk mengatur pembatasan penggunaan metode Omnibus.
Baca Juga: Dijual Terbatas Hanya 1.000 Unit, Berikut Harga dan Spesifikasi Mitsubishi Xpander Black Edition
Artikel Rekomendasi