Kemudian kita juga mengetahui, tahun lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden melakukan revisi terhadap UU PPP, namun tidak memasukkan aturan terkait metode omnibus.
Ini menunjukkan bahwa pengadopsian metode ini tidak disertai dengan kajian yang matang atau memang tidak ada keseriusan untuk mengantisipasi kelemahannya.
Preseden Legislasi Buruk
UU Cipta Kerja tidak hanya bermasalah secara substansi namun juga bermasalah dalam prosedur pembentukannya.
UU ini tidak bisa menjawab masalah jumlah regulasi berlebih dan tidak harmonis sesuai dengan tujuan awal.
Baca Juga: Polisi Jangan Bawa Peluru Tajam Saat Amankan Demo Cipta Kerja, Mahfud MD: Perlakukan Dengan Humanis
Kita bisa melihat dari UU tentang pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba) yang telah direvisi pada Juni, namun ada pasal-pasalnya yang masuk dalam UU Cipta Kerja juga.
UU Cipta Kerja juga banyak membuat ratusan aturan delegasi - yaitu peraturan pelaksanaan yang akan menjelaskan teknis pengaturan lebih lanjut-, yang tentunya berseberangan dengan semangat awal untuk mengurangi jumlah regulasi.
Potensi tinggi konflik kepentingan dan oligarki politik bisa dilihat dari dominasi pebisnis di DPR (55 persen dari 575 anggota).
UU ini juga tidak sesuai antara isi dengan judul. Namanya Cipta Kerja, namun isinya lebih kepada pengaturan terkait investasi dan kemudahan berusaha.
Artikel Rekomendasi