Namun, ketiganya berada pada posisi middle power, sementara major power dipegang oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Sederhananya, ketiga partai politik tersebut hanya berpeluang sebagai calon wakil presiden dengan calon Presiden dari major power," katanya.
Baca Juga: Koperasi di Cianjur 17,2 Persen Masih Aktif, Begini Penjelasan Kabid Koperasi Cianjur, Nana Rukmana
Kondisi itu, menurut dia, membuat waktu dua tahun dirasa tidak cukup untuk melakukan lobi politik dan meningkatkan posisi tawar untuk mendapatkan “posisi aman” sebagai cawapres.
Agung mengatakan, sebenarnya waktu dua tahun dirasa cukup jika tidak terjadi hal yang krusial pada major power koalisi partai yang memerintah.
Ia menilai, elektabilitas dari model dinasti yang direncanakan oleh major power dari koalisi partai yang memerintah dengan PKB dan Golkar berada di dalamnya, tidak sejalan dengan kenyataan perilaku pemilih di lapangan.
Baca Juga: Peringatan Hari Raya Nyepi, Menag Yaqut Ajak Umat Hindu Tattwam Asi
"Hasil dari 25 lembaga survei tentang elektabilitas kandidat presiden menyebutkan bahwa 17 lembaga survei menunjuk Prabowo Subianto tertinggi dipilih oleh responden," ujar dosen FISIP Unej itu.
Sedangkan Ganjar Pranowo dari major power koalisi partai yang memerintah tertinggi dipilih responden pada 4 lembaga survei dan itu pun kurang 20 persen.
Padahal, menurut Agung, major power pada koalisi partai yang memerintah menginginkan politik dinasti, artinya bukan Ganjar Pranowo.
Artikel Rekomendasi